SEMANGAT DAN KEBERSAMAAN MEMBUAT KITA BELAJAR UNTUK MENGERTI DAN DIMENGERTI

Kamis, 05 Januari 2012

Teorisasi dalam Penelitian Kualitatif


TEORISASI DALAM PENELITIAN KUALITATIF
Disusun oleh : Budi Jatmiko & Mustaming

PENDAHULUAN
Penelitian kualitatif adalah riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.
Terdapat perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”. Penelitian kualitatif jauh lebih subyektif daripada penelitian atau kuantitatif dan kualitas hasil temuan dari penelitian kualitatif secara langsung tergantung pada kemampuan, pengalaman dan kepekaan dari interviewer atau moderator group.
Kata teori dalam ilmu pengetahuan berarti model atau kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan). Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan (misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan). Sebuah teori membentuk generalisasi atas banyak observasi dan terdiri atas kumpulan ide yang koheren dan saling berkaitan. Teorisasi adalah usaha untuk menjaga agar suatu bidang ilmu dapat terus berkembang dan mampu mempertahankan kedudukan dan peranannya dalam masyarakat. Dalam usaha menjaga suatu teori sangat diperlukan eksplorasi dan eksperimentasi teoritis
PEMBAHASAN

I.     Wacana Teori dalam Penelitian Kualitatif
Pengertian teori menurut Marx dan Goodson (1976, dalam Lexy J. Moleong, 1989) ialah aturan menjelaskan proposisi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah dan terdiri atas representasi simbolik dari (1) hubungan-hubungan yang dapat diamati diantara kejadian-kejadian (yang diukur), (2) mekanisme atau struktur yang diduga mendasari hubungan-hubungan demikian, dan (3) hubungan-hubungan yang disimpulkan serta mekanisme dasar yang dimaksudkan untuk data dan yang diamati tanpa adanya manifestasi hubungan empiris apa pun secara langsung.
Fungsi teori paling tidak ada empat, yaitu (1) mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian, (2) menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis dan dengan hipotesis membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, (3) membuat ramalan atas dasar penemuan, (4) menyajikan penjelasan dan, dalam hal ini, untuk menjawab pertanyaan ‘mengapa’.
Penelitian kualitatif  mengenal adanya teori yang disusun dari data yang dibedakan atas dua macam teori, yaitu
1)        Teori substantif (Lexy J. Moleong, 1989 dan Mubyarto, et al, 1984).
Teori substantif adalah teori yang dikembangkan untuk keperluan substantif atau empiris dalam inkuiri suatu ilmu pengetahuan, misalnya sosiologi, antropologi, psikologi dan lain sebagainya. Contoh: pendidikan profesional, kenakalan, atau organisasi peneliti. Di sisi lain,
2)        Teori formal
Teori formal adalah teori untuk keperluan formal atau yang disusun secara konseptual dalam bidang inkuiri suatu ilmu pengetahuan, misalnya sosiologi, psikologi dan sebagainya. Contoh: perilaku agresif, organisasi formal, sosialisasi, autoritas dan kekuasaan, sistem penghargaan, atau mobilitas social.



II. Teorisasi dalam penelitian kualitatatif
Beberapa ahli penelitian kualitatif berpendapat bahwa teorisasi dalam penelitian kualitatif menggunakan beberapa model diantaranya:
a.         Model deduksi,
Model ini adalah model dimana teori masih menjadi alat penelitian sejak memilih dan menemukan masalah, membangun hipotesis, maupun melakukan pengamatan di lapangan sampai dengan menguji data. Model teori inilah yang biasa dilakukan pada penelitian deskriptif-kualitatif.
b.        Model induksi
Dalam model ini peneliti tak perlu tahu tentang sesuatu teori, akan tetapi langsung terjun ke lapangan. Teori di sini tidak penting, namun datanya yang paling penting.

Ada pendapat yang berbeda dalam hal ini,
1.         Pertama mengatakan bahwa peneliti harus memfokus perhatiannya pada data dilapangan sehingga segala sesuatutentang teori yang berhubungan dengan peneliti menjadi tak penting. Peneliti dalam hal ini adalah “buta” terhadap teori. Data akan menjadi sangat penting dan teori akan dibangun berdasarkan temuan data di lapangan.
2.         Kedua, bahwa pemahaman terhadap teori bukan sesuatu yang haram, namun data tetap menjadi focus peneliti di lapangan. Teori menjadi tidak penting namun pemahaman objek penelitian secara teoritis juga membantu peneliti di lapangan saat mengumpulkan data.

III. Sistematika Teori
Berbicara sistematika teori perlu disepakati bahwa bahasa ternasuk ke dalam fenomena sosial yang lama kelamaan semakin kompleks fenomenanya. Oleh karena kompleknya fenomena sosial, maka ilmu sosial berkembang begitu cepat dan rumit, namun apabila disusun strukturnya, maka dalam ilmu-ilmu sosial selain paradigma dikenal pula struktur ilmu sosial, seperi rumpun teori yang dapat dikelompokkan ke dalam grand theory, middle theory, dan application theory. Dari struktur ini kemudian menghasilkan konseptualisasi dan metodologi. Grand theory umumnya adalah teori-teori makro yang mendasari berbagai teori di bawahnya. Contohnya, teori-teori struktural fungsional dan teori konflik selalu disebut sebagai grand theory dalam ilmu-ilmu sosial.
Penelitian ilmu sosial dan pendidikan dapat dilakukan dengan menggunakan dua model paradigma penelitian, yaitu pendekatan penelitian kuantitatif (positivistik) dengan pola pikir deduktif dan pendekatan kualitatif (naturalistik) dengan pola fikir induktif. Pendekatan kualitatif (naturalistik) merupakan pendekatan penelitian yang memerlukan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh berhubungan dengan obyek yang diteliti bagi menjawab permasalahan untuk mendapat data-data kemudian dianalisis dan mendapat kesimpulan penelitian dalam situasi dan kondisi tertentu. Berikut ini adalah model paradigma pendekatan kualitatif menurut Iskandar (2010: 21).

Tabel 1
Model Paradigma Pendekatan Kualitatif

Dipandang dari
Karakteristik
Asumsi-asumsi
1.  Realitas adalah subjektif dan bebas nilai/ bias.
2. Menguasai fenomena-fenomena secara mendalam.
3.  Variabel penelitian kompleks, memiliki hubungan dengan fenomena, dan sulit diukur dengan statistikal.
4.  Peneliti berinteraksi dengan subjek yang diteliti.
Pendekatan Penelitian
5.  Proses induktif
6. Berakhir dengan hipotesis atau teori grounded.
7. Proses kerja bersifat simultan atau kontinyu.
Peran Peneliti dalam Penelitian
8. Peneliti menjadi bagian dari subjek penelitian.
9. Pemahaman dan penjelasan secara empati
           
            Seorang peneliti yang menggunakan pendekatan kualitatif merupakan seorang interpretive yang membuat penilaian serta memberi makna kepada apa yang dialami atau berlaku dalam fenomena-fenomena yang diteliti, melakukan proses analisis induktif dengan membuat generalisasi secara analitik tentang fenomena-fenomena yang berhubungan dengan penelitian tersebut.

IV. Ragam Teori dan Teorisasi dalam Penelitian
            Teori-teori sosial bergerak pada empat tingkatan realitas (baik yang bersifat makro maupun mikro) hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Bungin (2010:33-41), yaitu:
1.    Realitas tingkat makroobjektif
Menunjuk pada pola-pola struktural umum yang kasat mata dan berada terpisah dari diri manusia (seperti masyarakat, birokrasi, hukum, arsitektur, dan lain-lain). Kajian ini terkait dengan teori yang berada dalam strategi teoretis fakta sosial seperti teori Karl Marx tentang determinasi ekonomi (teori infrastruktur dan suprastuktur).
2.    Realitas tingkat makrosubjektif
Kajian ini terkait dengan strategi teoretis idealis, yakni berusaha menjelaskan ciri dasar kehidupan sosial dengan merujuk pada daya kreatif pikiran manusia. Manusia menciptakan rangkaian gagasan umum dalam mengarahkan pola tingkah lakunya. Teori yang mendukung adalah teori yang diungkapkan oleh antropolog Shery Ortner tentang peranan jenis kelamin dalam berbagai kebudayaan manusia.


3.    Realitas tingkat mikroobjektif
Menunjuk pada fakta-fakta berupa tingkah laku, aksi, dan interaksi sosial. Kajian ini terkait dengan strategi teori aksi sosial. Teori aksi dari Talcott Parsons adalah teori pendukung realitas tingkat mikroobjektif ini. Seorang individu dikatakan memiliki kemampuan untuk memilih berbagai alternatif tindakan secara aktif, kreatif, dan evaluatif yang memungkinkan tercapainya tujuan khas yang diingnkan. Manusia secara subjektif dapat memberikan makna terhadap realitas objektif yang dihadapi. Karena itu tingkah laku manusia Parsons menyebut tingkah laku manusia lebih kepada action daripada behavior.
4.    Realitas tingkat mikrosubjektif
Menunjuk pada berbagai konstruksi sosial tentang kenyataan. Strategi teori yang kompatibel untuk hal ini adalah strategi teori interaksionis-simbolik seperti diajukan G.H. Mead dan C.H. Cooley maupun para penganut interaksionis modern seperti Goffman dan Blumer.  Teori interaksi simbolik menekankan pada kemampuan individu untuk berinteraksi dan menggunakan symbol-simbol, serta memaksakan definisi-definisi realitas subjektif mereka sendiri terhadap situasi sosial yang mereka hadapi. Cara untuk merekam makna-makna simbolik itu salah satunya adalah lewat apa yang dianjurkan

Randall Collins dalam Bungin (2010: 42), yakni mengamati kehidupan sehari-hari yang dianggap penting dengan alasan.
1.      Kehidupan sehari-hari sangat riil.
2.      Makna yang ingin dinyatakan orang atas tindakannya.
3.      How is society possible. Kemungkinan bagi subjek-aktor untuk mempertahankan hubungan sosial dan kelompok/
4.      Tingkah laku sosial itu menyatu dengan kehidupan manusia.



V. Aliran Teori yang Mendasari Teorisasi dalam Penelitian
            Ada empat aliran teori dalam ilmu sosial yang lazim diasosiasikan dengan pendekatan penelitian kualitatif (Bungin, 2008: 7-12), yaitu teori tentang:
1.    Budaya
a.    Budaya sebagai suatu sistem atau organisasi makna.
b.    Budaya sebagai sistem adaptasi kelompok masyarakat terhadap lingkungannya.
2.    Fenomenologi: apa yang tampak di permukaan dan pola perilaku manusia sehari-hari.
3.    Etnomenologi: ungkapan sehari-hari, isi percakapan sehari-hari dalam masyarakat bisa dijadikan sebagai indikasi bagaimana kerangka berpikir beserts asumsi-asumsi mereka di dalam memahami, menafsirkan, dan menyikapi berbagai hal yang dihadapi.
4.    Interaksionalisme simbolik: teori ini memiliki tiga premis utama, yaitu:
a.    Manusia bertindak terhadap sesuatu (benda, orang, atau ide) atas dasar makna yang diberikan kepada sesuatu itu.
b.    Makna tentang sesuatu yang diperoleh, dibentuk, termasuk direvisi melalui proses interaksi dalam kehidupan sehari-hari.
c.    Pemaknaan terhadap sesuatu dalam bertindak atau berinteraksi tidaklah berlangsung mekanisme, melainkan melibatkan proses interpretasi.
Proses interpretasi (pada diri manusia) mengenai berbagai hal pada saat ia hendak bertindak pada suatu situasi. Oleh sebab itu analisis makna yang berlangsung di tingkat interaksi menjadi suatu keperluan untuk bisa memahami mengapa para pelaku berpola tindakan tertentu.

           Dalam merancang suatu penelitian kualitatif tentunya perlu dipertegas perspektif teoretis yang dijadikan acuan serta jenis kualitatif yang hendak digunakan. Berikut ini adalah peta teori terkait penelitian kualitatif.


Tabel 2
Peta Teori

BIDANG DAN TOKOH
TEORI
MAKRO
TEMA ANALISIS
Budaya
     Comte
     Sorokin
     Ogburn
     H. Maine

Sosial
     E. Durkheim
     F. Tonnies
     Parsons





Politik
     Max Weber

Teologis-metafisis vs. positif
Mentalitas ideasional vs. indrawi
Kebudayaan Materi vs. nonmateri
Status vs. kontrak


Solidaritas mekanik vs. organis
Gemeinschaft vs. Gessellschaft
Afektif vs. Netral Afeksi
Orientasi diri vs. Kolektif
Partikularisme vs. Universalisme
Askripsi vs. Prestasi
Spesifitas vs. Difusitas


Karismatik
Tradisional
Rasional
Ekonomi
     Karl Marx

Infrastruktur dan Suprastrukur




KESIMPULAN

Dari penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa
1)        Penelitian kualitatif adalah riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif dimana proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Dalam hal ini landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.
2)        Fungsi teori dalam penelitian kualitatif paling tidak ada empat, yaitu                                  (a) mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian, (b) menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis dan dengan hipotesis membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, (c) membuat ramalan atas dasar penemuan, (d) menyajikan penjelasan dan, dalam hal ini, untuk menjawab pertanyaan ‘mengapa’.Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian
3)        Teorisasi dalam penelitian kualitatif menggunakan beberapa model diantaranya: (a) Model deduksi, dan (b) Model Induksi.
4)        Sistematika teori terdiri grand theory, middle theory, dan application theory.
5)        Ragam teori dan teorisasi dalam penelitian kualitatif (Bungin , 2010: 33-41) berpendapat bahwa teori-teori sosial termasuk bahasa bergerak pada empat tingkatan realitas (baik yang bersifat makro maupun mikro) yaitu: (a) Realitas tingkat makroobjektif, (b) Realitas tingkat makrosubjektif, (c) Realitas tingkat mikroobjektif, (d) Realitas tingkat mikrosubjektif.
6)        Aliran teori yang mendasari teorisasi dalam penelitian ada empat, yaitu teori tentang: (a) Budaya, (b) Fenomenologi, (c) Etnomenologi, (d) Interaksionalisme simbolik





DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar