SEMANGAT DAN KEBERSAMAAN MEMBUAT KITA BELAJAR UNTUK MENGERTI DAN DIMENGERTI

Rabu, 18 Januari 2012

warna dan kekerabatan Dua studi kasus dalam semantik

BAB X
Warna Dan Kekerabatan Dua Studi Kasus
Dalam Semantik Universal

A.     Pengertian Semantik Universal
            Salah satu perenungan linguistik yang terjadi berulang-ulang adalah  : seberapa jauhkah  kemungkinan untuk menerapkan analisis semantik pada semua bahasa yang alami, seberapa jauh, artinya, apakah kaidah-kaidah dan kategori  makna. Karakteristik kemampuan bahasa pada manusia, dimanapun memanifestasikan dirinya, pada umumnya dirasakan bahwa makin  ‘dalam’ seseorang memasuki substruktur bahasa  (yaitu makin jauh orang akan mengabstrasi dari substansi fisik bahasa menuju kandungan konseptualnya) makin dekat orang sampai pada inti esensi dari linguistik universal.
          Perdebatan tentang universal dengan mudah dapat jadi kacau kecuali jika dibuat perbedaan tertentu; Perbedaan pertama dilakukan oleh Chomsky (1965 : 27-30) antara universal formal dan substantif    
1.  Universal formal adalah dengan sederhana karateristik atau kaidah umum susunan   
      bahasa, yang bertujuan untuk menyusun teori tentang linguistik umum.
2.  Universal substantif adalah sifat universal bahasa manusia dalam arti satuan atau  
      unsur atau komponen apa saja yang dikandung oleh bahasa.
Pada tataran semantik, kita dapat mengasosiasikan universal formal dangan kaidah universal dari struktur yang logis dan universal substantif dengan kategori universal dari kandungan konseptual. Contoh pernyataan yang mengkaidahkan masing- masing tipe adalah :
a.  Semua defenisi leksikal di dalam semua bahasa dapat dianalisis sebagai seperangkat 
      komponen (formal) .
b.  Semua bahasa memiliki kontras antara yang “ yang berjiwa” dan “yang tidak berjiwa” 
     (substantif)
Perbedaan antara dua jenis universalitas itu tidaklah jelas pada semua detail, tetapi cukup mudah untuk melihat mengapa jenis yang pertama itu tidak harus mempersyaratkan yang kedua. Setiap teori linguistik yang serius harus mengemukakan hipotesis umum tentang sifat alami bahasa manusia. Kepercayaan akan universal formal, biasanya dianggap sebagai seharusnya demikian oleh ahli linguistik yang cendrung teoritis.
 Sebaliknya teori linguistik dapat terus maju tanpa universal substantif, dan sebenarnya dapat tidak mengakui eksistensinya. Orang dapat mengendalikan sejumlah asas umum struktur sintaksis, misalnya dan mengingkari bahwa ada kategori ‘kata benda’ yang identik disemua bahasa. Sama halnya untuk analisis semantik : orang dapat percaya tentang dapat diterapkannya analisis komponensial untuk semua bahasa.
Perbedaan kedua, di dalam kategori universal substantif, harus dibuat antara penafsiran yang kuat dan lemah tentang apa makna ‘universal’ itu. Versi universal yang kuat dapat mengatakan ‘ semua bahasa mempunyai kategori x’. tetapi peninjauan umum terhadap variasi antara bahasa-bahasa memberikan keyakinan kepada kita bahwa setidak-tidaknya di dalam banyak hal, pernyataan yang kuat ini tidak benar. Demikian pula ciri-ciri semantik, fonologis, sudah biasa versi hipotesis universal yang lebih lemah dikemukakan. Dimana setiap bahasa memiliki seperangkat ciri-cirinya sendiri yang unik, dan di dalamnya sama sekali tidak ada tingkat kesamaan konseptual di antara bahasa-bahasa.
B.     Terminologi Warna : Hipotesis Berlin dan Kay
Di dalam bidang terminologi warna, studi yang dilakukan oleh Berlin dan Kay dalam Basic colour Terms didasarkan atas perbandingan dalam hampir seratus bahasa. Dahulu tampaknya sangatlah mudah untuk menujukkan bahwa sistem terminologi warna dari berbagai bahasa sangat berbeda dan tidak terkirakan dalam cara mereka memotong-motong ‘kontinuum warna’. Dengan mempertentangkan daftar warna untuk bahasa seperti Hanunoo dan Inggris hal ini menunjukkan dengan jelas dalam bentuk diagram. Berlin sampai pada hipotesisnya bahwa ada satu perangkat universal kategori warna yang tepat sebelas macan, dari situlah setiap bahasa mengambil sebuah sub-perangkat.
Pernyataan Berlin dan Kay luar biasa tepatnya : bukan hanya karena mereka katakan bahwa ada sebelas kategori dasar yaitu : putih, hitam, hijau, kuning, biru, coklat, ungu, merah muda, jingga, dan kelabu. Untuk setiap dua kategori warna [x] dan [y], [x]<[y] berarti jika suatu bahasa mengandung y, maka pasti juga mengandung x. Atas dasar ini, maka mungkin bagi kita untuk menyusun sejumlah kecil tipe perbendaharaan kata mengenai warna ( Tipe 8 di dalam tabel ini adalah kategori yang mengelompokkan Tipe 8-22 dari Berlin dan Kay.  
Tipe
Jumlah istilah
Daftar istilah
Contoh dari Bahasa
1
Dua
Putih, hitam
Jale (bahasa di dataran tinggi New Guinea)
2
Tiga
Putih, hitam, merah
Tiv (Nigeria)
3
Empat
Putih, hitam,merah, hijau
Hanunoo (Filipina )
4
Empat
Putih, hitam, merah, kuning
Ibo (Nigeria)
Perbedaan antara Tipe 3 dan 4 dapat dilihat, bukan masalah jumlah istilah, tetapi apakah hijau dan kuning adalah istilah ke empat yang ditambahkan : ada kemungkinan baik hijau, ada tanpa kuning atau kuning ada tanpa hijau, sehingga tidak ada hubungan urutan yang dapat disusun antara dua kategori ini.
Pada hipotesis yang sejauh ini dikemukakan Berlin dan Kay selanjutnya menambahkan hipotesis ‘evolusioner’  yang menyatakan bahwa tipe perbendaharaan kata seperti yang disusun di atas menggambarkan urutan yang tetap pada ahap historis dan suatu bahasanya. ( tipe 3 dan 4 menggambarkan tahap alternatif, sebaliknya tipe yang lain dapat dianggap menggambarkan suatu tahap perkembangan final.   
Bagi mereka yang terbiasa dengan beragamnya terminologi warna yang tampak bersifat arbitrer itu, keseragaman komparatif menurut Berlin dan Kay kelihatannya belum tentu kalau benar. Tetapi mereka menjelaskan bahwa kerapian gambaran itu tergantung atas penerimaan kita pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa cukup beralasan untuk menarik garis antara istilah warna ‘dasar’ dengan istilah warna yang lain yang tidak terlalu penting. Asumsi kedua adalah karena orang dapat menilai focus atau bentangan warna lebih mudah dan lebih konsisten daripada menilai perifernya, maka konsep warna sebaliknya diidentifikasikan dengan fokus-fokusnya dan bukannya dengan perbatasan dari benangan acuannya.


C.     Semantik Kekerabatan Lournsbury Dan Goodenough
Mereka yang tertarik pada system semantik yang tampaknya berkontras di dalam berbagai bahasa dan budaya, istilah kerabat, lebih dari istilah mengenai warna, merupakan pusat perhatian. Pakar yang perhatian utamanya adalah antropologi, F.G. Lounsbury dan W.H.Goodenough yang pertama-tama mengembangkan analisis kaidah reduksi.
Seperti terminologi warna, terminologi hubungan kekeluargaan secara tradisional memberikan ruang lingkup linguistik untuk membeberkan gagasan ‘kaum relativis’ karena kategori kekerabatan secara tegas berbeda antara satu bahasa dengan bahasa yang lain. Tetapi masih ada juga ruang lingkup untuk kaum universalitas kita lihat disini dari kenyataan bahwa ‘data’ untuk menganalisis terminologi kekerabatan biasanya dikemukakan secara universal atau setidak-tidaknya dengan seperangkat lambing yang netral dari bahasa seperti F : ayah, M : ibu, B: saudara laki-laki, S: saudara perempuan, s: anak laki-laki, d: anak perempuan, H: suami, W: istri.
Berbicara tentang kategori hubungan kekeluargaan universal, dipertanyakan apakah ada universal kekerabatan kultural yang diacu oleh istilah kekerabatan tatap konstan dari suatu lingkungan budaya ke lingkungan budaya lain. sejumlah ahli antropologi tidak mengakui hal itu. Situasinya jelas sekali berbeda dengan terminologi warna di dalam terminologi kekerabatan kita berasumsi bahwa ada suatu realitas persepsi msnusia yang umum,yang sama-sama dipakai oleh semua ras bangsa dan budaya. Jika mengemukakan semantik universal dari kekerabatan maka implikasinya, kita mengemukakan budaya universal.
Tugas menganalisis ini kemudian adalah untuk menyusun dan menentukan demensi kontras yang signifikan dan komponen makna yang membedakan penggunaan salah satu istilah dengan yang lain. hal ini mempersyaratkan ditemukannya ciri-ciri umum di dalam setiap denotata dari suatu istilah ( seperti ‘laki-laki’ ‘seketurunan’ dan satu generasi di atas orang yang ditelusuri hubungannya’ adalah ciri-ciri yang bersifat umum untuk keempat denotata dari uncle). Mungkin akan menambah keyakinan pembaca jjika mengingatkan bahwa analisis kekerabatan mempunyai sifat teka-teki matematika yang menggelitik pikiran. Satu-satunya obat menghilangkan kebingungan itu adalah dengan berpikir keras dan mengharap cahaya akan menjadi cerah. 
Tabel
1  Ha? Nih                                F;FB;FMSs, FFBs, FFSS, FFFBss,
    ‘my father’                           etc                                                                                   
2  no? yeh                                   M; MS; MMSd; MFBd, MFSd,                                A
    ‘my mother’                         MMMSdd, etc
3  hakhno? She-                       MB; MMSs; MFBs, MMBs, MFSs
    My uncle                             MMMSsDs etc
4  ake: hak                              FS,FMSd, FFBd,FMBd, FFSd, FFFB sd          B
    My aunt                               etc

 Untuk memisahkan istilah 1-4 sehingga dapat memberikan kepada masing-masing defenisi yang berbeda, dua kontras biner adalah yang sangat diperlukan. Namun seperti dikemukakan oleh Lounsbury, kriteria yang mungkin berbeda muncul dengan sendirinya.
1)    Kita dapat mengumpulkan ha? Nih “father” dan hakhno? Seh ‘ uncle’ sama-sama dalam kedudukan oposisi dengan no? yeh ‘mother’ dan ake:hak ‘aunt’ atas dasar seks
2)    Kita dapat mengumpulkan ha? Nih ‘father’ dan ake:hak ‘aunt’ bersama-sama dalam kedudukan oposisi dengan no? yeh ‘mother’ dan hakno? seh ‘uncle’ atas dasar sisi (yaitu keluarga dari sisi ayah versus keluarga dari sisi ibu).

D.     Analisis predikasional- komponensial terhadap semantik kekerabatan
  Salah satu alasan pokok untuk mendalilkan analisis prediksi adalah kebutuhan untuk memperkirakan struktur relasional di dalam makna, perbandingan dengan struktur klasifikasi fikatoris yang murni. Bahwa istilah kekerabatan itu mencakup struktur relasional sudah jelas ; setiap ungkapan seperti Bill’s mother mengungkapkan hubungan antara dua orang, diidentifikasikandengan label umum ego dan alter. Oleh karna itu sebagai hubungan, dan bukan mereduksinya menjadi golongan- golongan taksonomi ? semantik predikasional harus disesuaikan dengan baik dengan analisis istilah kekerabatan.
Sejumlah kemajuan yang cukup dapat dicapai menuju pada suatu analisis komponensial- predikasional terhadap kekerabatan hanya dengan menggunakan dua seks yang berbeda dan kedudukan orang tua :
+ MALE ‘male’                                        PARENT ‘isparent c
-MALE ‘ female’                                     PARENT ‘is cild of
Hubungan terbalik dari orang tua mendasari semua hubungan timbal balik antara seperangkat istilah kekerabatan (seperti uncle dan aunt, misalnya adalah timbale balik untuk nephew dan niece).  Pada tataran predikasional, semua hubungan kekerabatan digambarkan sebagai prediksi tataran rendah di dalam argumen tunggal. Menyimpulkan penjelasan istilah kerabat collateral atau garis ke samping di dalam system analisis komponensial- plus- predikasional, harus mengikutsertakan akar semantik lebih jauh, yaitu hubungan ‘sibling’.
Meskipun tidak ingin menentang efektifnya analisis yang murni menurut Lounsbury dan Goodenough demi tujuan penganalisisan dan pengklasifikasian terminology kekerabatan yang terbatas, analisis yang menggunakan baik struktur komponen maupun struktur predikasi mempunyai keuntungan tertentu yang tidak boleh diabaikan, juga menunjukkan bagaimana semantik kekerabatan dapat diintegrasikan di dalam teori umum tentang makna.
Pertama, analisis itu dengan benar menggambarkan hubungan kebalikan antara istiah kekerabatan (misalnya antara parent dan child, antara grandparent dan grandchild) hubungan kebalikan ini suatu formula dengan yang lain.
Kedua, analisis itu dengan benar menggambarkan hubungan kekerabatan yang simetris atau saling adanya hubungan, seperti antara saudara dengan saudara dan antara sepupu dengan sepupu. Ketiga, analisis itu dengan benar menunjukkan bagaimana hubungan kekerabatan yang lebih langsung dapat diuraikan menjadi hubungan yang lebih langsung.





KAIDAH IMPLIKASI
Kaidah implikasi (atau orang dapat memilih menyebutnya dengan ‘transformasi’ semantik) diperlukan untuk wilayah makna tertentu, seperti kekerabatan, yang jika tidak demikian tidak akan mungkin memberikan suatu defenisi yang pasti untuk makna yang khusus. Kaidah ini diusulkan dengan perasaan enggan, karena kaidah ini mengacaukan hubungan satu-lawan- satu dari formula untuk makna yang seharusnya kita pertahankan. Tetapi, tampaknya, terdapat banyak wilayah makna leksikal memungkinkan adanya konseptualisasi alternatif, yang karena itu kaidah implikasi khusus harus disusun. Contoh yang lebih sederhana ketumpan-tindihan semantik semacam itu  adalah hubungan antara dua kutup ‘warm’/ ‘cool’/ dan ‘hot’/ ‘cold’. Jelas oposisi yang kedua itu meliputi wilayah yang luas kira-kira sama dengan wilayah makna dari yang pertama, kecuali ia menggambarkan kontras yang intensitas lebih besar.
KEKERABATAN DAN SIFAT UNIVERSAL SEMANTIK 
Analisis komponensial-predikasional terhadap semantik kekerabatan inggris seperti analisis komponensial yang murni dilakukan Lounsbury terhadap orang Saneca di dalam suatu hal: hal itu dapat dilihat sebagai penjembatani antara kategori seks kedudukan sebagai orang tua yang terlibat dalam keluarga inti, yang sangat umum secara kultural, jika tidak dikatakan bersifat universal, dan faktor klasifikasi kekerabatan yang bersifat relatif- kultural yang menentukan bagaimana senioritas, kolateralitas, dan konsanguitas generasi dan variable abstrak lain diselesaikan oleh suatu bahasa tertentu. Lounsbury menceritakan kejadian di dalam kebudayaan di mana secara biologis seorang orang tua atau yang lain dianggap hanya memainkan peranan insedental di dalam hal menjadi ayah. Oleh karena itu abstraksi ‘kedudukan sebagai orangtua (parenthood)’ yang menyatukan keibuan dan kebapakan paling banyak hanyalah merupakan semantik kekerabatan yang mendekati universal.
Hal ini membawa kita dihadapkan pada perdebatan antropologis : seberapa jauhkah hubungan kekerabatan didefenisikan dalam pengertian yang terutama biologis mengenai seks dan menurunkan anak. Sebaliknya seberapa jauhkah hubungan kekerabatan itu murni dianggap sebagai lembaga sosial. Kaidah implikasi, oleh karena itu, mempunyai akibat memperoleh superstruktur kekerabatan yang terlembagakan secara sosial dari inti hubungan yang berdasarkan segi biologis. Sudah layak bahwa kaidah-kaidah ini diformulasikan sebagai uni-direksional dan bukannya persyaratan bidireksional, agar dapat memberi tempat bagi kasus- kasus dimana hubungan kekerabatan terjadi dalam pengertian kemasyarakatan (misalnya melalui adopsi) tanpa mendasarkan pada hubungan biologis.
Kaidah implikasi, demikian menurut anggapan, menjadi sarana untuk menyatakan perbedaan antara konseptualisasi kekerabatan di dalam berbagai bahasa. Dibandingkan dengan terminology warna, kasus untuk pengertian umum di dalam terminologi kekerabatan menjadi rumit karena gejala kultural dan bukannya gejala sifat fisik atau persepsi yang diteliti. Kaum relativitas yang tidak dapat diyakinkan oleh analisis dari para antropolog seperti Lounsbury dan Goodenough rasanya tidak dapat diyakinkan oleh spekulasi kaum universalisyang terjamin yang ditawarkan. Masih ada ruang untuk terjadinya ketidak setujuan, sekalipun mengenai persoalan yang begitu mendasar seperti dalam hal istilah ‘kekerabatan’  itu mengacu pada sesuatu yang dapat diberi cirri dengan cara yang netral secara budaya. Meskipun demikian, mereka yang secara filsafati cendrung kepada posisi universalis akan menemukan bahwa suatu asumsi tentang universal yang telah memungkinkan melihat dasar yang umum di dalam konseptualisasi kekerabatan yang jelas sama, yang muncul di dalam lingkungan geografis dan linguistic yang bergam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar