SEMANGAT DAN KEBERSAMAAN MEMBUAT KITA BELAJAR UNTUK MENGERTI DAN DIMENGERTI

Kamis, 19 Januari 2012

OTONOMI DAERAH DAN PENDIDIKAN Oleh: Hasan Kamaruddin


Makalah
OTONOMI DAERAH DAN PENDIDIKAN

Makalah Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
 Filsafat dan Kebijakan Pendidikan

Dosen Pengampu:
1.      Dr. Suyatno, M.Pd.
2.      Dr. Syamsul Shodiq, M.Pd.





BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia sedang berada ditengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 hanya merupakan kepanjangan tangan pusat dan di daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999tentang Pemerintahan Daerah telah dibuka saluran baru bagi pemerintah provinsi dankabupaten untukmengambil tanggungjawabyang lebih besar dalam pelayanan umumkepada masyarakat setempat, untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri.
Penyesuaian kewenangan dan fungsi penyedian pelayananantara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sudah memuat tujuan politis, maupun teknis.Secara politis, desentralisasi kewenangan pada masing-masing daerah menjadi perwujudan dari tuntutan reformasi yang disuarakan mahasisawa yang turun ke jalan berdemonstran pada bulan Mei tahun 1998 menuntut agar yang berkuasa pada saat itu turun tahta.Mahasiswa berhasil menggulingkan pemerintah dan akhirnya Wakil Presiden B.J. Habibie mendapatkan mandat untuk melanjutkan pemerintahan.
Untuk menjamin proses desenralisasi berlangsung dan berkesinambungan, pada prinsipnya acuan dasar dari otonomi daerah telah diwujudkan melalui Undang-Undang Nomor22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999.
Dalam acuan dasar tersebut setiap daerah harus membentuk suatu paket otonomi yang konsisten dengan kapasitas dan kebutuhannya. Dalam Negara yang majemuk seperti Indonesia misalnyai Kabupaten Paser belumtentu sama ukuran dengan kabupaten/kota  lainnya. Penyusunanpaket otonomi dalam perancangannya. Dalam proses ini komunitas-komunitas lokal perlu dilibatkan pemerintah kabupaten Paser dan DPRD untuk menjamin proses desentralisasi secara lebih baik dan bertanggungjawab, di mana mereka sebagai salah satu stakeholder yang memiliki kepentingan mendalam untuk mensukseskan otonomi daerah.

BAB II
OTONOMI DAERAH DAN PENDIDIKAN

2.1   Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Sedangkan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah daerah dengan otonomi adalah proses peralihan dari sistem sentralisasi ke sistem desntralisasi. Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka birokrasi pemerintahan.Tujuan otonomi adalah mencapai efisiensi dan efektivitas dalam pelayanan kepada masyarakat.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan urusan ini adalah anatara lain; menumbuhkembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah, dan nmeningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan.
Sejalan dengan penyerahanurusan, apabila urusan tersebut akan menjadi beban daerah, maka akan dilaksanakan.  Proses dari sentralisasi ke desentarlisasi ini pada dasarnya tidak semata-mata desentaralisasadministratif, tetapi  juga bidang politik dan sosial budaya.
Dengan demikian, dampak pemberian otonomi ini tidak hanya terjadi pada organisasi /administrasi lembaga pemerintahan daerah saja, akan tetapi berlaku juga pada masyarakat(publik), badan atau lembaga swasta dalam berbagai bidang.
Dengan otonomi daerah ini terbuak kesempatan bagi pemerintah daerah secara langsung membangun kemitraan dengan public dan pihak swasta daerah yang bersangkutan dalam berbagai bidang pula.


2.1.1          Konsep Pelaksanaan Otonomi Daerah
Inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah, adalah  upaya memaksimalkan hasilkan yang akan dicapai sekaligus menghindari kerumitan dan hal-hal yang menghambat pelaksanaan otonomi daerah. Dengan demikian tuntutan masyarakat dapat diwujudkan secara nyata dengan penerapan otonomi daerah luas dan kelangsungan pelayanan umum tidak diabaikan, serta memelihara kesinambungan fiskal secara nasional.

2.1.2          Percepatan Otonomi Daerah
Percepatan pelaksanaan otonomi daerah sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah yang telah bergulir di daerah. Banyak harapan yang dimungkinkan dari penerapan otonomi daerah, seiring dengan itu tidak sedikit pula masalah, tantangan, dan kendala yang dihadapi oleh daerah.Otonomi daerah ini merupakan fenomena politis yang sangat dibutuhkandalam era globalsasidan demokrasi, apalagi jika dikaitkan dengan tantangan masa depan memasuki era    perdagangan bebas yang antara lain ditandai dengan tumbuhnya berbagai bentuk kerja sama regional, perubahan pola atau sistem informasi global.
Melalui otonomi daerah diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan pemerintah pusat diharapkan tidak terlalu aktif mengatur daerah. Pemerintahan daerah diharapkan mampu memainkan perannya dalam membuka peluang memajukan daerah dengan melakukan indentifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya dan maupun menetapkan belanja daerah secara ekonomi yang wajar, efisien, efektif, termasuk kemampuan perangkat daerah meningkatkan kinerja, mempertanggungjawabkan kepada pemerintah atasannya maupun kepada publik/masyarakat.
Perkembangan situasi yang terjadi, perubahan sistem pemerintahan berupa penerapan otonomi daerah yang telah digulirkan pada tanggal 1 januari 2001, serta reorganisasi institusi pemerintahan, mengharuskan pemerintah pusat menyelaraskan semua kegiatan pemerintah sesuai dengan perkembangan di lapangan ( daerah ), dengan kapasitas daerah meliputi kapasitas induvidu, kelembagaan, dan sistem yang telah dimiliki daerah.

2.1.3          Kebijaksanaan dan Strategi Otonomi Daerah
Pembangunan daerah sebagi bagian integral dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung  jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban kepada masyarakat.
Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional dan berkeadilan, jauh dari praktik korupsi,kolusi, dan nepotisme serta adanya perimbangan antara keuangan pemerintah pusat dan daerah.

2.2   Otonomi Pendidikan
Pemberlakuan sistem desentralisasi akibat pemberlakuan Undang-Undang Nomoe 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, memberi dampak terhadap pelaksanaan pada manaemen pendidikan yaitu member  ruang gerak yang lebih luas kepada pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi kompetisi dalam era kompetitif mencapai output pendidikan yang berkualitas dan mandiri. Kebijakan desentralisasi akan berpegang secara signifikan dengan pembangunan pendidikan. Setidaknya ada empat dampak positif untuk mendukung kebijakan desentralisasi pendidikan, yaitu:
1.         Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa mengelola dan memberdayakan sumber daya yang dimiliki.
2.         Efisiensi keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak local dan mengurangi biaya operasional.
3.         Efisiensi administrasidengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat.
4.         Perluasaan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaaraan pendidikan pada daerah pelosok sehingga terjadi perluasandan pemerataan pendidikan.
Perlakuan desentralisasi pendidikan mengharuskan diperkuatnya landasan dasar pendidikan yang demokratis, transparan, efesien, dan melibatkan partisipasi masyarakat daerah.Muctar Buchori (2001) Pendidikan merupakan factor penentu keberhasilan pembangunan manusia, pengembang pengetahuan, ketrampilan, nilai dan kebudayaan.
Desentaralisasi pendidikan dapat terjadi dalam tiga tingkatan, yaitu dekonstrasi, delegasi, dan devolusi ( Fiorestal 1997).
Dekonstrasi adalah proses pelimpahan sebagaian kewenangan kepda pemerintah atau lembaga yang lebih rendah dengan supervise dari pusat.Delegasi mengandung makna terjadinya penyerahankekuasaan penuh sehingga tidak lagi memerlukan supevisi dari pemerintah pusat. Sememntara delegasi mengandung makna terjadinya penyerahan kekuasaan yang penuh sehingga tidak lagi memerlukan supervise darp pemerintah pusat. Pada tingkat devolusi di bidang pendidikan terjadi apabila memenuhi empat cirri, yaitu: (1) terpisahnya peraturan perundangan yang mengatur pendidikan daerah dan pusat; (2) kebebasan lembaga daerah dalam mengelola pendidikan; (3) lepas dari supervisi hirarkis pusat; (4) kewenangan lembaga daerah diatur dengan peraturan perundangan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, proses desentralisasi pendidikan di  Indonesia berdasarkan UUNo. 22 Tahun 1999, lebih menjurus kepada yang pertaruan pelaksanaannya tertuang pada Peraturan Pemerintah  No. 25 Tahun 2000, seluruh urusan pendidikan dengan jelas menjadi kewenagan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, kecuali Pendidkan Tinggi. Kewenangan Pemerintah Pusat hanya menetapkan stadar minimal, baik dalam peersyaratan calon peserta didik, kompetensi peserta didik, kurikulum nasional, penilaian hasil belajar, materi pelajaran pokok, pedoman pembiayaan pendidikan dan melaksanakan fasilitas.
Dalam konteks otonomi pendidikan, secara alamiah (nature) pendidikan adalah otonom.Otonomi pada hakikatnya bertujuan untuk memandirikan seseorang atau suatu lembaga atau suatu daerah, sehingga tujuan pendidikan mempunyai tujuan untuk member suatu otonomi dalam mewujudkan fungsimanaemen pendidikan kelemagaan.
Namun sejak dilaksanakannya otonomi pendidikan, ternya pelasaksanaanya belum berjalan sebagai mana diharapkan, justru pemberlakuan otonomi membuat banyak masalah yaitu mahalnya biaya pendidika. Sedangkan, pengertian otonomi pendidikan sesungguhnya terkandung makna demokrasi dan keadilan social, artinya pendidikan dilakuakan secara demokrasi sehingga tujuan yang diharapkan dapat diwujudkan dan pendidikan diperuntuhkan bagi kepentingan masyarakat, sesuai dengan cita-cita bangsa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

2.2.1          Konsep Otonomi Pendidikan
Pengertian otonomi dalam konteks desentralisasi pendidikan, menurut Tilaar mencakup enam aspek, Yakni:
1.         Pengaturan perimbangan kewenagan pusat dan daerah
2.         Manajemen partisipasi masyarakt dalam pendidikan.
3.         Penguatan kapasitas manajemen pemerintah daerah.
4.         Pemberdayaan bersama sumber daya pendidikan.
5.         Hubungan kemitraan stakeholders pendidikan.
6.         Pengembangan infrastruktur sosial.
Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Hak dan Kewajiban Wawrga Negara, Orang tua, Masyaratkat dan Pemerintah.
Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban Pasal 8 disebutkan bahwa “ Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan; pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.
Begitu juga pada bagian keempat Hak dan kewajiban Pemerintah dan Pemerintah daerah, pasal 11 ayat (2) “ Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin terjamin terdeianya dan aguna terselenggaranya pendidikan bagi setia warga Negara yang berusia tujuh sampailima belas tahun”. Khusus ketentuan bagi perguruan Tinggi pasal 24 ayat (2) Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganaya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat”.

Dari penejelasan di atas, dapat disipulkan bahwa konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikanserta manajemen pendidikan itu sendiri. Implikasinya adalah setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan pengkajian yang mendalam dan meluas tentang trend perkembangan penduduk dan masyarakat untuk memperoleh knonstruk masyarakat di masa depan dan tindaklanjunya, merancang sistem pendidikan yang sesuai dengan karakteristik budaya bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika dalam perspektif tahun 2020. Kemandirian daerah itu harus diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis factor internal dan eksternal daearah guna mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah sehingga dapat disusun suatu strategi yang matang dan mantap dalam upaya mengangkat harkat dan martabat daerah yang berbudaya dan daya saing tinggimelalui otonomi pendidikan yang bermutu daan produktif.

2.2.2          Permasalahan dalam Pelaksanaan Otonomi Pendidikan
Pelaksanaan desentralisasi pendidikan atau disebut Otonomi Pendidikan maish belum sepenuhnya berjalan sesuatu dengan yang diharapkan, disebabkan karena kekurangansiapa pranata sosial, politik dan ekonomi. Otonomi pendidikan akan member efek terhadap kurikulum, efisiensi administrasi, pendapatan dan biaya pendidikan serta pemerataannya.
Ada enam  faktor yang menyebabkan pelaksanaan otonomi pendidikan belum jalan, yaitu :
1.         Belum jelas aturan permainan tentang dan tata kerja di tingkat Kabupaten dan kota.
2.         Pengelolaan sektor publik termasuk pengelolaan pendidikan yang belum siap untuk dilaksanakan secara secara otonom karena SDM yang terbatas serta fasilitas yang tidak memadai.
3.         Dana pendidikan dan APBD belum memadai.
4.         Kurangnya perhatian pemerintah maupun pemerintah daerah untuk melibatkan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan.
5.         Otoritas dalam pimpinan dalam hal ini Bupati, Walikota sebagai penguasa tunggal di daerah kurang memperhatikan dengan sungguh kondisi pendidikan di daerahnya sehingga anggaran pendidikan belum menjadi prioriotas utama.
6.         Kondisi dan setiap daerah tidak memiliki kekuatan yang sama dalam penyelenggaraan pendidikan disebabkan perbedaan sarana, prasarana, dan dana yang dimiliki. Hal ini mengakibatkan akan terjadinya kesenjangan antar daerah, sehingga pemerintah membuat aturan dalam penentuan standar mutu pendidikannasional denganmemperhatikan kondisi perkembangan kemandirian masing-masing daerah.

2.2.3          Pelaksanaan Otonomi Daerah dalam Dunia Pendidikan
Otonomi pendidikan yang benar harus bersifat accountable, artinya kebijakan pendidikan yang diambil harus selalu dipertanggungjawakan kepada publik, karena sekolah didirikan merupakan institusi publik atau lembaga yang melayanikebutuhan masyarakat. Otonomi tanpa  disertai dengan akuntabilitas publik bisa menjurus menjadi tindak yang sewenang-wenang.
Berangkat dan ide otonomi pendidikan muncul beberapa konsep sebagai solusi dalam menghadapi kendala dalam pelaksanaan otonomi pendidikan, yaitu:
1.         Meningkatkan Manajemen Pendidikan Sekolah
Menurut Wardiman Djajonegoro (1995) bahwa kualitas pendidikan dapat ditinjau dan segi proses dan produk. Pendidikan disebut berkualitas dan segi proses jika prosesbelajar mengajarberlangsung secara efektif, peserta didik mengalami pembelajaran yang bermakna. Pendidikan disebut berkualitas dan segi produk jika mempunyai salah satu cirri-ciri sebagai berikut: a) peserta didik menunjukkan penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar (learning task) yang harus dikuasai dengan tujuan dan sasaran pendidikan, diantaranya hasil belajar akademik yang dinyatakan dalam prestasi belajar; b) hasil pendidikansesuai dengan kebutuhan peserta didik    dunia kerja.
Menghadapi kondisi in maka dilakukan pemantapan manajeme pendidikan yang bertumpu pada kompetensi guru dan kesejahteraannya. Menurut Penelitian Simmons dan Alexander (1980) bahwa ada tiga factor untuk meningkatkan mutu pendidikan, yaitu motivasi guru, buku pelajaran dan buku bacaan serta pekerjaan rumah. Danhasil penelitian ini tampak dengan jelas bahwa akhir penentu dalam meningkatkan mutu pendidikan tidak bergantinya kurikulum, kemampuam manajemen dan kebijakan di tingkat pusat atau pemerintah daerah, tetapi lebih kepada faktor-faktor internal di sekolah, yaitu peranan guru, fasilitas pendidikan dan pemanfaatannya.Kepala sekolah sebagai topmanajemen harus mampu memberdayakan semua unit yang dimiliki untuk dapat mengelola semua infrastruktur yang ada demi pencapaian kerja yang maksimal.
Selain itu, untuk dapat meningkatkan otonomi manajemen sekolah yang mendukung peningkatan mutu pendidikan. Pimpinana sekolah harus memiliki kemampuanuntuk melibatkan partisipasi dan komitmen dan orangtua dan anggota masyarakat sekitar sekolah untuk merumuskan dan mewujudkan visis dan misi dan peningkata mutu pendidikan secara bersama-sama; salah satu tujuan UU No. 20 Tahun 2003 adalah untuk memberdayaka masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatan peran serta masyarakat, termasuk dalam meningkatkan sumber dana dalam penyelenggaraan pendidikan.
2.         Reformasi Lembaga Keuangan Hubungan Pusat Daerah
Perlu dilakukan penataan hubungan keuangan antar Pusat Daerah menyangkut pengelolaan pendapatan (revenue) dan penggunaannya ( expenditure) untuk kepentingan pengeluaran rutin maupun pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan public yang berkualitas. Sumber keuangan diambil dari Pendapatan Asli Daerah, Dana perimbangan, pinjaman dan lain-lain pendapatan yang sah dengan melakukan pemerataan diharapkan dapat mendukung pelaksanaan kegiatan pada suatu daerah, terutama pada daerah miskin.Bila dimungkinkan dilakukan subsidi silang antara daerah yang kaya kepada daerah yang miskin, agar pemerataan pendidikan untuk mendapatkan kualitas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
3.       Kemauan Pemerintah Daerah Melakukan Perubaha
Pada daerah otonom, kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah daerah. Bila pemerintah daerah memiliki political will yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan , ada peluang yang cukup luas bahwa pendidikan di daerahnya akan maju. Sebaiknya, kepada daerah yang tidak memiliki visi yang baik yang baik di bidang pendidikan dapat dipastikan daerah itu akan mengalami stagnasi dan kemandekan menuju pemberdayaan masyarakat yang well educated dan tidak pernah mendapat momentum yang baikuntuk berkembang. Otonomi pendidikan harus mendapat dukungan DPRD, karena DPRD-lah yang merupakan penentu kebijakan di tingkat daerah dalam rangka otonomi tersebut.Di bidang pendidikan, DPRD harus mempunyai peran yang kuat dalam membangun paradigm dan visi menjadi mitra yang baik. Kepada pemerintahan daerah, kota diberikan masukan secara sistematis dan membangun daerah.
4.         Membangun Pendidikan Berbasis Masyarakat
Kondisi Sumber Daya yang dimiliki oleh setiap daerah tidak merata untuk seluruh Indonesia. Untuk itu, pemerintah daerah dapat melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, ilmuwan, pakar kampus maupun pakar yang dimiliki Pemerintah daerah kota sebagai untuk turut membangun daerahnya, tidak hanya sebagai pengamat, pemerhati, pengecam kebijakan daerah. Sebaiknya, lembaga pendidikan juga harus membuka diri, lebih banyak mendengar opini publik, kinerjanya dan tentang tanggung jawabnya dalam turut serta memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat.
5.         Pengaturan Kebijakan Pendidikan antara Pusat dan Daerah
Pemerintah Pusat tidak diperkenankan mencampuri  urusan daerah pendidikan daerah Pemerintah Pusat hanya diperbolehkan memberikan kebijakan-kebijakan bersifat nasional, seperti aspek mutu dan pemerataan. Pemerintah Pusat menetapkan standard mutu.Jadi, pemerintah pusat hanya berperan sebagai sebagai fasilitator dan katalisator bukan regulator. Otonomi pengelolaan pendidikan berada pada tingkat sekolah, oleh karena itu lembaga pemerintah bukan member pelayanan dan mendukung proses pendidikan agar berjalan efektif da efisien.





BAB III
KESIMPULAN

Otonomi Daearah adalah penyerahan kekuasaan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pemerintahan sesuai apa yang diamanatkan oleh UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintantahan Daerah Otonomi.Maka, Pemerintah Pusat harus sungguh-sungguh menyerahkan kekuasaan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan tanggung jawabnya menjadi daeah otonom. Dan Pemerintah Pusat tidak boleh mencampuri lagi urusan Pemerintahan Kabupaten/Kota

Desentralisasi pendidikan menempatkan sekolah sebagai garis depan dalam berperilaku untuk mengelola pendidikan. Desentralisasi juga memberikan apresiasi terhadap perbedaan kemampuan dan keberanekaragaman kondisi daerah rakyatnya.Perubahan paradigm sistem pendidikan membutuhkan masa transisi.Reformasi pendidikan merupakan realitas yang harus dilaksanakan, sehingga diharapkan para pelaku maupun penyelengara pendidikan harus proaktif, kritis dan mau berubah. Belajar dari pengalaman sebelumnya yang sentralistik dan kurang demokrasi  membuat bangsa ini menjadi terpuruk. Marilah kita melihat kepentingan bangsa dalam arti luas dari pada kepentingan pribadi atau golongan atau kepentingan pemerintah pusat semata dengan menyelenggarakan otonom pendidikansepenuh hati dan konsisten dalam rangka mengangkat harkat dan martabat bangsa dan masyarakat yang berbudaya dan berdaya saing tinggi sehingga bangsa ini duduk sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia.






DAFTAR PUSTAKA

UU No.20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

PP No. 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

Permendiknas No. 45/2006 Tentang UN Tahun Ajaran 2006/2007.

Blog: http://blog.appidi.or.id/?p=430. Makalah pendidikan tahun 2007

Blog: http://dzarmono.wordpress.com/2007/06/11/. Makalahpendidikan tahun 2008

Muhamad Shidiq Al-Jawi.Pendidikan Di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Artikel.www.khilafah1924.org

Widjaja, H.A.W. 2002. Otomoni Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

1 komentar: