KEADILAN PENDIDIKAN DI BUMI PAGUNTAKA
Oleh: Nurhakim
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia dimuka bumi ini. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan manusia. Dalam kondisi apapun manusia tidak dapat menolak efek dari penerapan pendidikan. Pendidikan diambil dari kata dasar didik, yang ditambah imbuhan menjadi mendidik. Mendidik berarti memlihara atau memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Dari pengertian ini didapat beberapa hal yang berhubungan dengan Pendidikan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah suatu usaha manusia untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang atau sekolompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha manusia untuk memanusiakan manusia itu sendiri. Dalam penididkan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi. Kedua subjek itu adalah pendidik dan subjek didik. Subjek-subjek itu tidak harus selalu manusia, tetapi dapat berupa media atau alat-alat pendidikan. Sehingga pada pendidikan terjadi interaksi antara pendidik dengan subjek didik guna mencapai tujuan pendidikan.
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Dengan adanya otonomi daerah telah memberikan kesempatan kepada daerah khususnya kota tarakan untuk melaksanakan desentralisasi pendidikan secara penuh. Desentralisasi pendidikan tersebut diwujudkan dalam bentuk perluasan akses pendidikan dan pemerataan, yang implementasinya kepada keadilan terhadap pelayanan dan anggaran pendidikan di Kota Tarakan.
Keadilan pendidikan terutama keadilan dalam akses untuk mendapatkan sekolah yang layak dan bermutu akan tetap jadi prioritas pimpinan Pemerintah Kota Tarakan mulai periode-periode sebelumnya hingga periode masa kini. Maka dari itu dalam makalah ini menyajikan berkenaan dengan keadilan siswa dalam memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu.
B. Pendekatan Historis
Sekolah pendidikan dasar telah diperkenalkan oleh Belanda di Indonesia. Sekolah yang tadinya hanya untuk kalangan keturunan belanda, dengan etische politiek (kepotangan budi) di negara jajahan belanda (1870) mulai membuka sekolahan bagi kaum bumi putera (SR). Hal tersebut nampaknya juga akibat pengaruh faham humanisme dan kelahiran baru yang melanda negeri Belanda.
Program utamannya saat itu mungkin hanya untuk kepentingan Belanda juga (untuk meningkatkan produktivitas ditanah jajahannya). Untuk Perguruan tinggi dimulai dengan berdirinya sekolah-sekolah kejuruan. Misal STOVIA(1902) yang kemudia berubah jadi NIAS(1913) dan GHS adalah cikal bakal dari fakultas kedokterannya UI. Lalu juga Rechts School (1922) dan Rechthoogen School (1924) kemudian melebur jadi fakultas hukumnya UI. Juga disusul beberapa fakultas lainya.
Di Bandung dimana bung Karno sekolah juga berasal dari sekolah teknik THS (1920) dan di Bogor dibuat juga sekolah perkebunan (1941) adalah cikal bakal IPB sekarang. Bila kemudian didirikan UI (1950) atau UGM (1945) adalah leburan dari yang sudah ada dan kemudian ditambahkan fakultas lainnya. Perlu dicatat pula universitas tua lainnya seperti ITB (1959), IPB (1963), Unair (1963), dan universitas swasta tertua kita adalah UII (1948). Barangkali bisa dimaklumi bahwa pendidikan di Indonesia masih sangat muda dibanding pendidikannya Plato. Walaupun sebenarnya sejak jamannya pangeran Aji Saka (abad 3) telah diperkenalkan huruf jawa dengan mencontoh huruf di India selatan, jadi pemerintahan Jawa Dwipa sudah mengenal pendidikan.
Demikian pula abad 5 pendeta Budha memperkenalkan ajarannya (tentunya mengandung unsur pendidikan. Berdirinya Borobudur boleh di anggap sebagai parameter tingginya ilmu arsitektur (diabad 8) oleh Raja Sailendra Samaratungga. Dicatat pula Candi Prambanan (Hindu) yang elok itu dibangun di abad 9 jamannya raja Sanjaya. Raja agung Airlangga (1019) boleh dianggap raja paling toleran dan melindungi umat berbeda agama (hal ini tentunya tidak terjadi sebelumnya). Tidak kurang di Indonesia juga ada ahli filosuf atau mungkin sebagai nabinya wong jowo yaitu Raja Joyoboyo (1157), siapa yang tak kenal dengan primbonnya Joyo boyo.
Gambaran sejarah pendidikan di Indonesia saat ini bisa dialami bersama. Dari gambaran diatas ternyata masalah pendidikan bukan sekedar tergantung pada teory dan ilmu pendidikan itu saja, tapi juga iklim social budaya dan politik ikut berperan. Namun bukan alasan untuk tidak memperbaharui kehidupan melalui pembaharuan konsep pendidikan itu sendiri. Jadi reformasi pendidikan adalah mutlak perlu dilakukan terus menerus sesuai perubahan pemahaman umat akan kehidupan itu sendiri.
Dimana Peter Drucker melihat pergeseran kebutuhan manusia, dari ekonomi yang berbasiskan benda tak bergerak dan jasa menuju ekonomi berbasiskan ilmu pengetahuan, perlu di renungkan. Lebih jauh Drucker mengemukakan bahwa tahapan agraris, industri dan kini informasi adalah tidak lama lagi tergeser pada era inovasi. Apa itu inovasi dan persyaratannya adalah bahan pekerjaan rumah bersama. Bila generasi kita saat ini setress gara-gara tidak tahu bahasa jawanya anak kerbau, atau hafalan lainya. Jangan disalahkan bila kemudian hari negara Indonesia menjadi negara terbelakang yang menunggu petunjuk, menunggu pemerintahannya waras, menunggu dan menunggu.
C. Pembahasan
1. Pengertian Pendidikan
Secara tegas pendidikan adalah media mencerdaskan kehidupan bangsa dan membawa bangsa ini pada era pencerahan. Pendidikan bertujuan untuk membangun tatanan bangsa yang berbalut dengan nilai-nilai kepintaran, kepekaan, dan kepedulian terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan merupakan tonggak kuat untuk mengentaskan kemiskinan pengetahuan, menyelesaikan persoalan kebodohan, dan menutaskan segala permasalahan bangsa yang selama ini terjadi. Peran pendidikan jelas merupakan hal yang signifikan dan sentral karena pendidikan memberikan pembukaan dan perluasan pengetahuan sehingga bangsa ini betul betul melek terhadap kehidupan bangsa ini menjadi bangsa yang beradab dan berbudaya. Pendidikan dilahirkan untuk memperbaiki segala kebobrokan yang sudah menggumpal di segala sendi kehidupan bangsa ini.
Menurut Romo Mangun Wijaya(2005:145), pendidikan adalah proses awal usaha untuk menumbuhkan kesadaran sodial pada setiap manusia sebagai pelaku sejarah. Kesadaran social hanya bisa tercapai apabila seseorang telah berhasil membaca realitas perantaraan dunia si sekitar mereka. Sementara, Jean Piaget(2003:75) mendefisikan pendidikan sebagai penghubung dua sisi. Di satu sisi, nduvidu yang sedang tumbuh dan di sisi lain, nilai social, intelektual, dan moral yang menjadi bertanggung jawab pendidikan untuk mendorong individu tersebut. Individu berkembang sejak lahir dan terus berkembang.
Merujuk dari dua pemikiran tersebut, pendidikan sesungguhnya berupaya membangun kesadaran social kemasyarakatan yang tinggi terhadap masyarakat ataupun anak didik agar mereka menjadi peka dan eduli terhadap realitas social. Seperti yang dikatakan Ngainum Naim dan Achmad Sauqi (2008:13), kemajuan dunia pendidikan dapat dijadikan cermin kemajuan masyarakat dan dunia pendidikan yang amburadul juga dapat menjadi cermin terhadap kondisi masyarakat yang juga penuh persoalan. Sementara Ary H. Gunawan(2000:54) berpendapat bahwa pendidika dapat diartikan sebagai proses sosialisasi, yaitu sosialisasi nilai, pengetahuan, sikap, dan ketrampilan. Pendidikan bukan hanya mencetak masyarakat yang cerdas secara intelektual, namun juga mampu merasakan segala keluh kesah yang berada di sekitarnya.
Yang jelas, masyarakat terdidik bisa diidentifikasikan seberapa besar hebat kemampuan kecerdasan intelektualnya. Akan tetapi, hal tersebut harus ditopang dengan kecerdasan social.
Dengan kata lain, ia merupakan penyelamat kehidupan masyarakat ketika sedang dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada. Kecerdasan social dari seorang masyarakat terdidik adalah kemampuan mereka terjun ke dalam realita social. Mereka bisa mengenal setiap persoalan yang ada di tengah public sekaligus dapat memberikan tawaran konkret terhadap persoalan masyarakat yang sedang berkecamuk.
2. Pengertian Keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelangggaran terjadap proporsi tersebut disebut tidak adil.
Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Socrates memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan tercipta bilamana warga Negara sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan kepada pemerintah ? sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntuk hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
Sebelum konsep keadilan ini dijelaskan, seluruh upaya kita akan menjadi sia-sia atau, paling tidak, sulit bagi kita untuk menghindari ketaksaan. Kata “adil” digunakan dalam empat hal: Keseimbangan, Persamaan dan Nondiskriminasi, Pemberian Hak kepada yang Berhak, dan Pelimpahan Wujud Berdasarkan Tingkat dan Kelayakan.
2.1 KEADILAN: Keseimbangan.
Adil disini berarti keadaan yang seimbang. Apabila kita melihat suatu sistem atau himpunan yang memiliki beragam bagian yang dibuat untuk tujuan tertentu, maka mesti ada sejumlah syarat, entah ukuran yang tepat pada setiap bagian dan pola kaitan antarbagian tersebut. Dengan terhimpunnya semua syarat itu, himpunan ini bisa bertahan, memberikan pengaruh yang diharapkan darinya, dan memenuhi tugas yang telah diletakkan untuknya.
Misalnya, setiap masyarakat yang ingin bertahan dan mapan harus berada dalam keadaan seimbang, yaitu segala sesuatu yang ada di dalamnya harus muncul dalam proporsi yang semestinya, bukan dalam proporsi yang setara. Setiap masyarakat yang seimbang membutuhkan bermacam-macam aktifitas. Di antaranya adalah aktifitas ekonomi, politik, pendidikan, hukum, dan kebudayaan.
2.2 KEADILAN: Persamaan dan Nonkontradiksi.
Pengertian keadilan yang kedua ialah persamaan dan penafian terhadap diskriminasi dalam bentuk apapun. Ketika dikatakan bahwa “Si Fulan adalah orang adil”, yang dimaksud adalah bahwa Fulan itu memandang semua individu secara sama rata, tanpa melakukan pembedaan dan pengutamaan. Dalam pengertian ini, keadilan sama dengan persamaan.
Definisi keadilan seperti itu menuntut penegasan: kalau yang dimaksud dengan keadilan adalah keniscayaan tidak terjaganya beragam kelayakan yang berbeda-beda dan memandang segala sesuatu dan semua orang secara sama rata, keadilan seperti ini identik dengan kezaliman itu sendiri. Apabila tindakan memberi secara sama rata dipandang sebagai adil, maka tidak memberi kepada semua secara sama rata juga mesti dipandang sebagai adil. Anggapan umum bahwa “kezaliman yang dilakukan secara sama rata kepada semua orang adalah keadilan” berasal dari pola pikir semacam ini.
Adapun kalau yang dimaksud dengan keadilan adalah terpeliharanya persamaan pada saat kelayakan memang sama, pengertian itu dapat diterima. Sebab, keadilan meniscayakan dan mengimplikasikan persamaan seperti itu. Pengertian adil ini terkait dengan makna keadilan ketiga [Keadilan: Pemberian Hak kepada Pihak yang Berhak] yang akan dijelaskan nanti.
2.3 KEADILAN: Pemberian Hak kepada Pihak yang Berhak.
Pengertian ketiga keadilan ialah pemeliharaan hak-hak individu dan pemberian hak kepada setiap obyek yang layak menerimanya. Dalamartian ini, kezaliman adalah pelenyapan dan pelanggaran terhadap hak-hak pihak lain. Pengertian keadilan ini, yaitu keadilan sosial, adalah keadilan yang harus dihormati di dalam hukum manusia dan setiap individu benar-benar harus berjuang untuk menegakkannya. Keadilan dalam pengertian ini bersandar pada dua hal:
Pertama: hak dan prioritas, yaitu adanya berbagai hak dan prioritas sebagai individu bila kita bandingkan dengan sebagian lain. Misalnya, apabila seseorang mengerjakan sesuatu yang membutuhkan hasil, ia memiliki prioritas atas buah pekerjaannya. Penyebab timbulnya prioritas dan preferensi itu adalah pekerjaan dan aktifitasnya sendiri. Demikian pula halnya dengan bayi. Ketika dilahirkan oleh ibunya, ia memiliki klaim prioritas atas air susu ibunya. Sumber prioritas itu adalah rencana penciptaan dalam bentuk sistem keluarnya air susu ibu untuk bayi tersebut.
Kedua, karakter khas manusia, yang tercipta dalam bentuk yang dengannya manusia menggunakan sejumlah ide i’tibaritertentu sebagai “alat kerja”, agar dengan perantaraan “alat kerja” itu, ia bisa mencapai tujuan-tujuannya. Ide-ide itu akan membentuk serangkaian gagasan “i’tibari” yang penentuannya bisa dengan perantara “seharusnya”. Ringkasannya, agar tiap individu masyarakat bisa meraih kebahagiaan pelihara. Pengertian keadilan manusia seperti itu diakui oleh kesadaran semua orang. Sedangkan titiknya yang berseberangan adalah kezaliman yang ditolak oleh kesadaran semua orang.
Penyair Mawlawi mengatakan:
Apakah keadilan? Menempatkan sesuatu pada tempatnya
Apakah kezaliman? Menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya
Apakah keadilan? Engkau menyiram air pada pepohonan
Apakah kezaliman? Engkau siramkan air pada duri
Kalau kita letakkan “raja” di tempat “benteng”, rusaklah permainan (catur)
Kalau kita letakkan “menteri” di tempat “raja”, bodohlah kita
Apakah kezaliman? Menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya
Apakah keadilan? Engkau menyiram air pada pepohonan
Apakah kezaliman? Engkau siramkan air pada duri
Kalau kita letakkan “raja” di tempat “benteng”, rusaklah permainan (catur)
Kalau kita letakkan “menteri” di tempat “raja”, bodohlah kita
2.4 KEADILAN: Pelimpahan Wujud Berdasarkan Tingkat dan Kelayakan.
Pengertian keadilan yang keempat ialah tindakan memelihara kelayakan dalam pelimpahan wujud, dan tidak mencegah limpahan dan rahmat pada saat kemungkinan untuk mewujudkan dan menyempurna pada itu telah tersedia. Pada penjelasan bahwa sistem ontologis ini, tiap-tiap maujud berbeda-beda dalam hal kemampuan menerima eminasi dan karunia dari Sumber Wujud. Semua maujud, pada tingkatan wujud yang mana pun, memiliki kelatakan khas terkait kemampuannya menerima eminasi tersebut. Dan mengingat Zat Ilahi yang Kudus adalah Kesempurnaan Mutlak dan Kebaikan Mutlak yang senantiasa memberi emanasi, maka Dia pasti akan memberikan wujud atau kesempurnaan wujud kepada setiap maujud sesuai dengan yang mungkin diterimanya.
3. Frofil Kota Tarakan
Kota Tarakan merupakan kota terbesar ketiga di provinsi Kalimantan Timur, Indonesia dan juga merupakan kota terkaya ke-17 di Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 657,33 km² dan sesuai dengan data Badan Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kota Tarakan pada tahun 2010 berpenduduk sebanyak 193.069 jiwa. Tarakan atau juga dikenal sebagai Bumi Paguntaka, berada pada sebuah pulau kecil yang terletak di utara Kalimantan Timur.
Semboyan dari kota Tarakan adalah Tarakan Kota “BAIS” (Bersih, Aman, Indah, Sehat dan Sejahtera). Penduduk asli Kota Tarakan adalah suku tidung.tapi sekarang Kota Tarakan dominan diduduki oleh pendatang dari luar daerah salah satunya dari sulawesi selatan, yaitu suku bugis.
3.1 Sistem Pemerintahan
Kecamatan
Kota Tarakan terbagi atas 4 Kecamatan, yaitu :
Kota Tarakan terdiri dari 4 Kecamatan dan 20 Kelurahan, untuk Kecamatan Tarakan Barat dan Tarakan Tengah masing-masing terdiri dari 5 Kelurahan, untuk Tarakan Timur terdiri dari 7 Kelurahan dan 3 Kelurahan untuk Tarakan Utara.
Kelurahan
Berikut adalah daftar Kelurahan di Kota Tarakan :
3.2 Penduduk
Berikut adalah pertumbuhan penduduk Kota Tarakan dari tahun 1997 :
1980 | 55.444 jiwa |
1991 | 84.648 jiwa |
1997 | 109.353 jiwa |
1998 | 113.565 jiwa |
2000 | 116.641 jiwa |
2001 | 121.588 jiwa |
2003 | 149,998 jiwa |
2005 | 168.331 jiwa |
2007 | 176.981 jiwa |
2008 | 178.111 jiwa |
2010 | 193.069 jiwa [13] |
Berdasarkan data yang ada pada hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kota Tarakan mencapai 193.069 jiwa, terdiri dari laki-laki = 101.464 jiwa dan perempuan = 91.605 jiwa.
Penduduk Tarakan berdasarkan wilayah :
Jumlah penduduk di Kecamatan Tarakan Barat adalah 67.780 jiwa, berikut adalah data dari setiap kelurahan :
Kelurahan | Penduduk | Luas |
Karang Anyar | 27.573 jiwa | 5,61 km² |
Karang Anyar Pantai | 17.855 jiwa | 8,51 km² |
Karang Balik | 7.875 jiwa | 0,80 km² |
Karang Harapan | 7.621 jiwa | 12,31 km² |
Karang Rejo | 6.856 jiwa | 0,76 km² |
Jumlah penduduk di Kecamatan Tarakan Tengah adalah 60.397 jiwa, berikut adalah data dari setiap kelurahan :
Kelurahan | Penduduk | Luas |
Kampung 1 Skip | 8.410 jiwa | 50,61 km² |
Pamusian | 14.131 jiwa | 2,54 km² |
Sebengkok | 15.019 jiwa | 1,48 km² |
Selumit | 6.490 jiwa | 0,43 km² |
Selumit Pantai | 16.347 jiwa | 0,48 km² |
Jumlah penduduk di Kecamatan Tarakan Timur adalah 42.909 jiwa, berikut adalah data dari setiap kelurahan :
Kelurahan | Penduduk | Luas |
Gunung Lingkas | 7.905 jiwa | 3,19 km² |
Lingkas Ujung | 10.409 jiwa | 1,16 km² |
Kampung 4 | 4.529 jiwa | 11,39 km² |
Kampung 6 | 5.433 jiwa | 11,21 km² |
Mamburungan | 7.633 jiwa | 8,51 km² |
Mamburungan Timur | 2.531 jiwa | 10,40 km² |
Pantai Amal | 4.469 jiwa | 12,15 km² |
Jumlah penduduk di Kecamatan Tarakan Utara adalah 21.983 jiwa, berikut adalah data dari setiap kelurahan :
Kelurahan | Penduduk | Luas |
Juata Kerikil | 4.705 jiwa | 10,59 km² |
Juata Laut | 10.401 jiwa | 84,54 km² |
Juata Permai | 6.877 jiwa | 14,23 km² |
Kota Tarakan, yang didiami oleh suku asli Tidung, dalam perkembangannya sebagaimana daerah lain dihuni pula oleh suku-suku lain seperti, Suku Dayak, Banjar, Jawa, Bugis, Batak, Toraja, Tionghoa, dan lain-lain.
Pemeluk agama terbesar adalah Islam disamping Kristen, Hindu dan Budha. Berikut jumlah Penduduk Menurut Agama/Kepercayaan :
162.983 jiwa | |
20.633 jiwa | |
5.523 jiwa | |
3.746 jiwa | |
162 jiwa | |
12 jiwa | |
Lain-lain | 10 jiwa |
Dibidang kesenian, Tanah Paguntaka ini terkenal akan Tari Jepen yang merupakan tari asli daerah ini, selain Hadrah dan tari-tari tradisional yang berasal dari berbagai daerah. Sementara di dunia musik, perkembangan musik tradisional dan modern juga menunjukkan kemajuan yang berarti.
3.3 Pendidikan
Salah satu Sekolah Menengah Pertama di Kota Tarakan
Pendidikan di Kota Tarakan lumayan maju, karena sudah memiliki 3 Sekolah Bertaraf Internasional, yaitu SMP Negeri 1 Tarakan, SMP Negeri 3 Tarakan, dan SMA Negeri 1 Tarakan, dan 2 Sekolah Adiwiyata, yaitu SMP Negeri 1 Tarakan dan SMK Negeri 1 Tarakan.
Berikut adalah data tentang pendidikan di Kota Tarakan :
4. Keadilan pendidikan di Tarakan
Dalam era reformasi diberlakukan kebijakan otonomi yang seluas-luasnya dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sektor pendidikan merupakan salah satu sektor yang termasuk sektor pelayanan dasar yang akan mengalami perubahan secara mendasar dengan dilaksanakannya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, baik dari segi birokrasi kewenangan penyelenggaraan pendidikan maupun dari aspek pendanaannya.
Beranjak dari amandemen UUD 1945 pasal 31 ditetapkan bahwa kewajiban pemerintah untuk membiayai pendidikan dasar bagi tiapa warga (pasal 31 ayat 2) dan 20% dari APBN dan APBD (pasal 31 ayat 4 UUD 1945). Berdasarkan amandemen tersebut Pemerintah kota Tarakan sudah mengaplikasikannya. Pemerintah Daerah Kota Tarakan menangkap peluang yang terdapat dalam desentralisasi pendidikan dan memantapkan diri mengedepankan pemerataan pendidikan dengan kebijakan Tarakan sebagai kota pendidikan. Dengan demikian, yang menjadi tujuan pendidikan di kota Tarakan adalah penyelenggaraan pendidikan dan pemerataan pendidikan yang lebih luas sesuai dengan karakteristik daerah Tarakan, berkualitas nasional, dan berstandar internasional.
Untuk melihat keadilan yang sesungguhnya dalam penidikan di kota Tarakan maka indikator yang dapat kita gunakan sebagai rujukan adalah:
4.1 Keadilan dalam pelayanan pendidikan
(Farel dalam bukunya Ace, 2009) menyatakan Keadilan dalam pelayanan pendidikan adalah suatu konsep pelayanan yang di terima oleh siswa secara individual agar memperoleh perlakuan dan kesempatan yang sama untuk bersekolah, bertahan disekolah, dapat berhasil lulus dengan baik dan dapat menikmati hasil-hasil sekolah untuk meningkatkan kehidupannya. Sedangkan Amartia dalam buku yang sama menyatakan keadilan dengan konsep pemenuhan hak-hak asasi manusia dihargai dan dilindungi, termasuk di dalamnya ada hak-hak memeperoleh pendidikan. Dalam kaitan ini Ghozali (2004) mengemukakan bahwa pendidikan merupakan hak asasi manusia, dan pemerintah sebagai penyelenggara negara berkewajiban untuk memenuhi dan melindungi hak-hak tersebut melalui penyelenggaraan pendidikan untuk semua warga negara.
Dengan demikian keadilan berupaya untuk menjawab seberapa jauh setiap siswa memiliki akses terhadap berbagai sumber daya pendidikan yang memungkinkan mereka untuk belajar dan memperoleh pendidikan yang bermutu. Dapat dilihat dari beberapa Sekolah Bertaraf Internasional, yaitu SMP Negeri 1 Tarakan, SMP Negeri 3 Tarakan, dan SMA Negeri 1 Tarakan, dan 2 Sekolah Adiwiyata, yaitu SMP Negeri 1 Tarakan dan SMK Negeri 1 Tarakan.
Dengan kata lain siswa-siswi di kota tarakan diberikan peluang secara adil untuk dapat memilih sekolah-sekolah yang mereka inginkan. Akan tetapi bergantung dari sistem perekrutan siswa baru karena masing-masing sekolah memiliki pedoman tersendiri.
Untuk menjamin tercapainya mutu pendidikan yang diselenggarakan daerah, pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional telah menetapkan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar, yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 15 Tahun 2010.
Standar pelayanan minimal pendidikan dasar (SPM) merupakan tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar, sekaligus sebagai acuan dalam perencanaan program dan penganggaran pencapaian target masing-masing daerah kabupaten/kota.
Penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar merupakan kewenangan kabupaten/kota. di dalamnya mencakup: (a) pelayanan pendidikan dasar oleh kabupaten/kota dan; (b) pelayanan pendidikan dasar oleh satuan pendidikan:
A. Pelayanan Pendidikan Dasar oleh Kabupaten/Kota:
1. Tersedia satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki yaitu maksimal 3 km untuk SD/MI dan 6 km untuk SMP/MTs dari kelompok permukiman permanen di daerah terpencil;
2. Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SD/MI tidak melebihi 32 orang, dan untuk SMP/MTs tidak melebihi 36 orang. Untuk setiap rombongan belajar tersedia 1 (satu) ruang kelas yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk peserta didik dan guru, serta papan tulis;
3. Di setiap SMP dan MTs tersedia ruang laboratorium IPA yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk 36 peserta didik dan minimal satu set peralatan praktek IPA untuk demonstrasi dan eksperimen peserta didik;
4. Di setiap SD/MI dan SMP/MTs tersedia satu ruang guru yang dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru, kepala sekolah dan staf kependidikan lainnya; dan di setiap SMP/MTs tersedia ruang kepala sekolah yang terpisah dari ruang guru.
5. Di setiap SD/MI tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6 (enam) orang guru untuk setiap satuan pendidikan, dan untuk daerah khusus 4 (empat) orang guru setiap satuan pendidikan;
6. Di setiap SMP/MTs tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap mata pelajaran, dan untuk daerah khusus tersedia satu orang guru untuk setiap rumpun mata pelajaran;
7. Di setiap SD/MI tersedia 2 (dua) orang guru yang memenuhi kualifikasi akademik S1 atau D-IV dan 2 (dua) orang guru yang telah memiliki sertifikat pendidik;
8. Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV sebanyak 70% dan separuh diantaranya (35% dari keseluruhan guru) telah memiliki sertifikat pendidik, untuk daerah khusus masing-masing sebanyak 40% dan 20%;
9. Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik masing-masing satu orang untuk mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris;
10. Di setiap Kabupaten/Kota semua kepala SD/MI berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik;
11. Di setiap kabupaten/kota semua kepala SMP/MTs berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik;
12. Di setiap kabupaten/kota semua pengawas sekolah dan madrasah memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik;
13. Pemerintah kabupaten/kota memiliki rencana dan melaksanakan kegiatan untuk membantu satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif; dan
14. Kunjungan pengawas ke satuan pendidikan dilakukan satu kali setiap bulan dan setiap kunjungan dilakukan selama 3 jam untuk melakukan supervisi dan pembinaan.
B . Pelayanan Pendidikan Dasar oleh Satuan Pendidikan:
1. Setiap SD/MI menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik;
2. Setiap SMP/MTs menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah mencakup semua mata pelajaran dengan perbandingan satu set untuk setiap perserta didik;
3. Setiap SD/MI menyediakan satu set peraga IPA dan bahan yang terdiri dari model kerangka manusia, model tubuh manusia, bola dunia (globe), contoh peralatan optik, kit IPA untuk eksperimen dasar, dan poster/carta IPA;
4. Setiap SD/MI memiliki 100 judul buku pengayaan dan 10 buku referensi, dan setiap SMP/MTs memiliki 200 judul buku pengayaan dan 20 buku referensi;
5. Setiap guru tetap bekerja 37,5 jam per minggu di satuan pendidikan, termasuk merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing atau melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan;
6. Satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran selama 34 minggu per tahun dengan kegiatan tatap muka sebagai berikut : (a) Kelas I – II : 18 jam per minggu; (b) Kelas III : 24 jam per minggu; (c) Kelas IV – VI : 27 jam per minggu; atau (d) Kelas VII – IX : 27 jam per minggu;
7. Satuan pendidikan menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sesuai ketentuan yang berlaku;
8. Setiap guru menerapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun berdasarkan silabus untuk setiap mata pelajaran yang diampunya;
9. Setiap guru mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik;
10. Kepala sekolah melakukan supervisi kelas dan memberikan umpan balik kepada guru dua kali dalam setiap semester;
11. Setiap guru menyampaikan laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta hasil penilaian setiap peserta didik kepada kepala sekolah pada akhir semester dalam bentuk laporan hasil prestasi belajar peserta didik;
12. Kepala sekolah atau madrasah menyampaikan laporan hasil ulangan akhir semester (UAS) dan Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) serta ujian akhir (US/UN) kepada orang tua peserta didik dan menyampaikan rekapitulasinya kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Kantor Kementerian Agama di kabupaten/kota pada setiap akhir semester; dan
13. Setiap satuan pendidikan menerapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS).
4.2 Mutu Pendidikan
a. Pengertian Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan memiliki konotasi yang bermacam-macam bergantung orang yang memakainya. Mutu berasal dari bahasa latin yakni “Qualis” yang berarti what kind of (tergantung kata apa yang mengikutinya). Mutu menurut Deming ialah kesesuaian dengan kebutuhan.Mutu menurut Juran ialah kecocokan dengan kebutuhan. (Usman, 2006 : 407). Masih dalam buku yang sama (406) petikan dari Sallis (2003) mengemukakan mutu adalah konsep yang absolut dan relatif. Mutu yang absolut ialah mutu yang idealismenya tinggi dan harus dipenuhi, berstandar tinggi, dengan sifat produk bergengsi tinggi. Mutu yang relatif bukanlah sebuah akhir, namun sebagai sebuah alat yang telah ditetapkan atau jasa dinilai, yaitu apakah telah memenuhi standar yang telah ditetapkan (Usman, 2006 : 408).
Ditinjau dari sudut hukum, definisi pendidikan berdasarkan undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas),pasal 1(1 dan 4),yaitu “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” “Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengambangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan”(Husaini Usman:2006:7). Menurut Sunario seperti dikutip Usman (2006:7) potensi otak manusia yang digunakan untuk barpikir baru 4% .Jadi masih 96% dari otak manusia yang belum digunakan untuk berpikir.
Mutu di bidang pendidikan meliputi mutu input, proses, output, dan outcome. Input pendidikan dinyatakan bermutu jika siap berperoses. Proses pendidikan bermutu apabila mampu menciptakan suasana yang PAKEM (Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, dan Menyenangkan). Output dinyatakan bermutu apabila hasil belajar akademik dan nonakademik siswa tinggi. Data yang didapatkan untuk kelulusan siswa di kota Tarakan dengan jumlah siswa SMA/SMK yang mengikuti Unas adalah 1649 dan yang lulus Unas mencapai 91,33% atau 1506 siswa. Selain itu, dibidang non akademik yaitu Juara I dan III lomba LKS Untuk SMK Bisnis, Menajemen, dan Pariwisata dan masih banyak lagi prestasi-prestasi yang diraih pendidikan kota Tarakan. Outcome dinyatakan bermutu apabila lulusan cepat terserap di dunia kerja, gaji wajar, semua pihak mengakui kehebatannya lulusannya dan merasa puas (Usman, 2006 : 410). Mutu dalam konteks manajemen mutu terpadu atau Total Quality Management (TQM) bukan hanya merupakan suatu gagasan, melainkan suatu filosofi dan metodologi dalam membantu lembaga untuk mengelola perubahan secara totalitas dan sistematik, melalui perubahan nilai, visi, misi, dan tujuan. Karena dalam dunia pendidikan mutu lulusan suatu sekolah dinilai berdasarkan kesesuaian kemampuan yang dimilikinya dengan tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum.
Sedangkan menurut Hari Sudradjad (2005 : 17) pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompotensi, baik kompetensi akademik maupun kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi personal dan sosial, serta nilai-nilai akhlak mulia, yang keseluruhannya merupakan kecakapan hidup (life skill), lebih lanjut Sudradjat megemukakan pendidikan bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan manusia seutuhnya (manusia paripurna) atau manusia dengan pribadi yang integral (integrated personality) yaitu mereka yang mampu mengintegralkan iman, ilmu, dan amal. Namun untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan, maka sekolah harus melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang berorientasi pada peningkatan mutu.
b. Karaktersitik Mutu Pendidikan
Menurut Husaini Usman (2006 : 411) mengemukakan 13 (tiga) belas karakteristik yang dimiliki oleh mutu pendidikan yaitu :
1. Kinerja (performa) yakni berkaitan dengan aspek fungsional sekolah meliputi : kinerja guru dalam mengajar baik dalam memberikan penjelasan meyakinkan, sehat dan rajin mengajar, dan menyiapkan bahan pelajaran lengkap, pelayanan administratif dan edukatif sekolah baik dengan kinerja yang baik setelah menjadi sekolah vaforit.
2. Waktu wajar (timelines) yakni sesuai dengan waktu yang wajar meliputi memulai dan mengakhiri pelajaran tepat waktu, waktu ulangan tepat.
3. Handal (reliability) yakni usia pelayanan bertahan lama. Meliputi pelayanan prima yang diberikan sekolah bertahan lama dari tahun ke tahun, mutu sekolah tetap bertahan dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
4. Data tahan (durability) yakni tahan banting, misalnya meskipun krisis moneter, sekolah masih tetap bertahan Indah (aesteties) misalnya eksterior dan interior sekolah ditata menarik, guru membuat media-media pendidikan yang menarik.
5. Hubungan manusiawi (personal interface) yakni menunjung tinggi nilai-nilai moral dan profesionalisme. Misalnya warga sekolah saling menghormati, demokrasi, dan menghargai profesionalisme.
6. Mudah penggunaanya (easy of use) yakni sarana dan prasarana dipakai. Misalnya aturan-aturan sekolah mudah diterapkan, buku-buku perpustakaan mudah dipinjam di kembalikan tepat waktu.
7. Bentuk khusus (feature) yakni keuggulan tertentu misalnya sekolah unggul dalam hal penguasaan teknologi informasi (komputerisasi).
8. Standar tertentu (comformence to specification) yakniu memenuhi standar tertentu. Misalnya sekolah tetlah memenuhi standar pelayanan minimal.
9. Konsistensi (concistency) yakni keajengan, konstan dan stabil, misalnya mutu sekolah tidak menurun dari dulu hingga sekarang, warga sekolah konsisten dengan perkataanya.
10. Seragam (uniformity) yakni tanpa variasi, tidak tercampur. Misalnya sekolah melaksanakan aturan, tidak pandang bulu, seragam dalam berpakaian.
11. Mampu melayani (serviceability) yakni mampu memberikan pelayanan prima. Misalnya sekolah menyediakan kotak saran dan saran-saran yang masuk mampu dipenuhi dengan baik sehingga pelanggan merasa puas.
12. Ketepatan (acuracy) yakni ketepatan dalam pelayanan misalnya sekolah mampu memberikan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan pelanggan sekolah.
Lebih lanjut Usman (2006 : 413) mengemukakan secara sederhana mutu memiliki 4 (empat) karakteristik sebagai berikut : Spesifikasi, Jumlah, Harga dan Ketepatan waktu penyerahan. Sedangkan ruang lingkup mutu meliputi : Mutu produk, Mutu biaya, Mutu penyerahan dan Mutu keselamatan.
Berbicara tentang mutu maka berbicara tentang anggaran, hal ini dikarenakan mutu pendidikan bisa terwujud apabila didukung oleh penganggaran pendidikan yang baik pula. Dari sisi anggaran pendidikan di kota tarakan, Anggaran pendidkan yang kita ketahui sebelum adanya era reformasi sangatlah kecil dan merupakan suatu kenyataan yang tidak mungkin untuk merubahnya dalam waktu yang singkat. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu pemerintah kota tarakan berkomitmen untuk merealisasikan anggaran pendidikan sesuai dengan amandemen UUD 1945 pasal 31.
Pemerintah Kota Tarakan mengupayakan anggaran bidang pendidikan yang memadai. Pemerintah Kota Tarakan dalam Tahun 2006 telah mengalokasikan anggaran bidang pendidikan sebesar 17,04 % di luar gaji dan tunjangan. Untuk RAPBD Tahun 2007, Pemerintah Kota Tarakan telah mengalokasikan Anggaran Pendidikan sebesar 20% sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Terkait dengan untuk mewujudkan mutu pendidikan di kota Tarakan. Pemkot Tarakan sudah Mengantisipasi perkembangan ke depan, untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang memiliki daya saing, Pemerintah Kota Tarakan bersama stakeholders lainnya telah membangun perguruan tinggi dan mendorong hadirnya berbagai perguruan tinggi di Kota Tarakan. Sampai saat ini di Kota Tarakan telah eksis berdiri 6 (enam) Perguruan Tinggi yaitu : (1) Universitas Borneo Tarakan; (2) STIE Tarakan; (3) AMIK PPKIA; (4) Akper Pemkot; (5) Akper Kaltara; (6) ABATA. Tujuan pendirian perguruan tinggi tidak hanya sekedar untuk menampung lulusan sekolah menengah, akan tetapi perguruan tinggi ini juga diharapkan mampu membantu pemerintah dalam merumuskan berbagai kebijakan pembangunan serta membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat luas.
Salah satu faktor penentu untuk bisa berkompetisi pada arena pasar bebas adalah mampu menguasai bahasa asing (minimal Bahasa Inggris). Melihat kebutuhan akan kompetensi Bahasa Inggris tersebut, Pemerintah Kota Tarakan telah memfasilitasi didirikannya pusat-pusat kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris, antara lain Balai Bahasa.
Peningkatan mutu pendidikan tersebut dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat kota Tarakan dengan pembiayaan yang tidak mahal bahkan bagi siswa yang tidak mampu atau berprestasi diberikan beasiswa. Seperti yang diungkapkan kapala Dinas Pendidikan Kota Tarakan Sudirman, Koran Kaltim Kamis (7/7/2011).” “Bagi siswa yang orangtuanya tidak mampu dan sekolah swasta tidak perlu khawatir dengan biaya di sekolah swasta. Disdik menyediakan beasiswa,"
Dengan kata lain tujuan untuk melindungi masyarakat kota Tarakan dengan pendidikan murah dan berkeadilan adalah bukti yang tidak dapat terelakkan.
D. Kesimpulan
Kebijakan pendidikan Kota Tarakan yang berkeadilan telah terwujud dalam kenyataan dilapangan. Hal ini dapat ditinjau dari dua aspek yaitu Pelayanan pendidikan dan Mutu pendidikan. Berkenaan dengan pelayanan pendidikan siswa di Kota Tarakan memiliki akses yang luas memperoleh pendidikan yang bermutu baik itu dari segi sarana prasarana maupun penyelenggaraan pembelajaran. Kemudian mutu pendidikan di kota Tarakan yang bersinergi tentang anggaran pendidikan telah direalisasikan dari wujud amandemen UUD 1945 yang menganggarkan 20 % dari anggaran belanja daerah dan proses pendidikan sekolah yang berlandaskan mutu input, proses, dan output.
Sehingga peningkatan pendidikan di Kota Tarakan bukanlah impian warganya. Seperti yang diungkapkan Kadis Pendidikan Tajudin Tuo “Saya berharap Tarakan benar menjadi kota pendidikan. Apalagi dengan program yang sudah kita buat sangat mendukung wacana kota pendidikan ini,”.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Muhamad Yunus. Tarakan Kota Pendidikan Bukan Tujuan Tetapi Realita. Online (diakses 26 Januari 2012).
Gunawan, Ary H., Sosiologi Pendidikan, Suatu Analisa Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
KoranKaltim.(http://www.korankaltim.co.id/read/news/2011/19858/2012-tarakan-menuju-kota-pendidikan. online, diakses 28 Januari 2012)
Rusly. 2007. Tarakan Borneo. (http://rusly-trk.blogspot.com/2007/05/siswa-siswi-smkn-1-tarakan-juara_14.html diakses 29 Januari 2012)
Sanjaya, Ade. 2011. Mutu Pendidikan. (http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/09/ mutu-pendidikan-pengertian.htnl. diakses 29 Januari 2012)
S.K, Jusuf. 2006. Permasalahan dan Solusi Peningkatan Pelayanan Publik dan Kesejahteraan Masyarakat di Kota Tarakan. Jurnal administrasi borneo, Online (diakses 25 Januari 2012).
Suryadi, Ace. 2009. Paradigma Pembangunan Pendidikan Nasional. Bandung: Widya Aksara Press.