SEMANGAT DAN KEBERSAMAAN MEMBUAT KITA BELAJAR UNTUK MENGERTI DAN DIMENGERTI

Kamis, 09 Februari 2012


 
PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP SEBAGAI SALAH SATU
UPAYA DUNIA PENDIDIKAN DALAM MEMERANGI
GLOBAL WARMING
 
Oleh Budi Jatmiko

PENDAHULUAN
Pemanasan global atau yang lebih dikenal dengan “global warming” sudah tidak asing terdengar di telinga kita. Hal ini lebih sering dibicarakan setelah dampak dari fenomena tersebut dirasakan oleh masyarakat dunia. Di Indonesia banyak terjadi bencana banjir, kebakaran hutan, merebaknya wabah penyakit menular dan musim yang tak menentu disinyalir merupakan imbas pemanasan global. Pemanasan global  ini juga sering disebut “efek rumah kaca”. Jika orang awam mendengar istilah tersebut maka akan terbayang rumah atau gedung tinggi yang banyak menggunakan kaca pada bangunannya. Padahal hal ini salah sama sekali. Kaca-kaca tersebut tidak menyebabkan pemanasan global itu sendiri. 
Hal ini hanya istilah yang berasal dari rumah-rumah kaca di negara-negara beriklim sedang. Rumah tersebut digunakan untuk membudidayakan buah-buahan serta sayur-sayuran. Prinsip rumah kaca tersebut adalah sinar matahari akan dengan mudah menembus kaca yang bening, setelah menyinari tumbuhan yang ada di dalam rumah kaca, sinar akan dipantulkan kembali dan menyebabkan suu menjadi hangat. Panas tersebut akan dihalangi oleh kaca-kaca sehingga ruangan tetap terjaga kehangatannya.
Begitu pula yang dialami bumi. Cahaya matahari yang sudah sampai ke permukaan bumi akan tertahan oleh selubung gas-gas rumah kaca sehingga tak dapat kembali ke angkasa. Pada akhirnya panas itu akan tetap berada di bumi lalu semakin bertambah dan menyebabkan naiknya suhu rata-rata secara bertahap. Naiknya suhu secara bertahap itulah yang menyebabkan lingkungan juga rusak secara bertahap.
Berbicara lingkungan tidaklah mungkin bisa terlepas dari aspek manusia sebagai penggunanya. Manusia adalah faktor penyumbang kerusakan lingkungan terbesar selama ini. Bagaimana hal ini bisa dikurangi? Salah satu caranya adalah dengan menanamkan pendidikan tentang pentingnya lingkungan hidup sejak dari dini. Penanaman pendidikan dalam hal ini (makalah) ini dibatasi penerapannya pada dunia pendidikan formal yaitu sekolah.


PEMBAHASAN

Pengertian Global Warming
Pemanasan global atau yang sering juga disebut global warming adalah peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi yang disebabkan oleh beberapa faktor penyebab. kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Pemanasan global akan diikuti dengan perubahan iklim, seperti meningkatnya curah hujan di beberapa belahan dunia sehingga menimbulkan banjir dan erosi. Sedangkan, di belahan bumi lain akan mengalami musim kering yang berkepanjangan disebabkan kenaikan suhu.

Penyebab Pemanasan Global
1. Efek Rumah Kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, cahaya berubah menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembai sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi inframerah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbondioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.

2. Penggundulan Hutan
Maraknya kasus penggundulan hutan merupakan salah satu penyebab pemanasan global saat ini. Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis, sehingga mempengaruhi kesuburan tanah. Hutan yang menjadi paru-paru bumi kini tidak dapat berfungsi secara maksimal karena sudah sangat berkurangnya jumlah pohon yang ada. Jumlah pohon yang ada tidak dapat menyeimbangi banyaknya jumlah CO2 yang ada di Bumi.

Dampak Pemanasan Global
1. Iklim Mulai Tidak Stabil
Telah diperkirakan oleh para ilmuwan, daerah bagian utara dari belahan Bumi Utara akan memanas lebih dari daerah-daerah lainnya di Bumi. Hal ini berakibat akan mencairnya gunung-gunung es dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.

2. Peningkatan Permukaan Laut
Saat atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, hal ini menyebabkan volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga mengakibatkan mencairnya es di kutub, terutama sekitar Greenland. Perubahan tinggi permukaan laut akan sangat berpengaruh pada kehidupan di daerah pantai. Beberapa daerah akan tenggelam. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Bahkan sedikit saja kenaikan permukaan laut akan sangat berpengaruh pada ekosistem pantai, contohnya akan menenggelamkan separuh rawa-rawa pantai.

3. Gangguan Ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

Hubungan Global Warming dengan Pendidikan Lingkungan Hidup?
Fenomena perubahan iklim (global warming) seperti yang digambarkan di atas menyebabkan kerusakan lingkungan. Banyak contoh, diantaranya musibah hutan gundul yang menyebabkan erosi, permasalahan polusi udara di kota besar dikarenakan banyaknya penggunaan kendaraan bermotor, sikap penduduk yang masih membuang sampah sembarangan dan masih banyak penyimpangan perilaku yang dapat menurunkan kualitas lingkungan.
 Permasalahan diatas membuat civitas akademika berpikir apakah kepedulian masyarakat akan lingkungan sedang mengalami krisis, apakah selama ini pendidikan yang mengupayakan peningkatan kepedulian masyakat masih kurang atau kurang optimum. Hal-hal tersebut yang menyebabkan harus ada pemikiran bagaimana upaya-upaya yang perlu ditempuh agar masyarakat dapat meningkat kepeduliaannya terhadap lingkungan.
Dunia pendidikan telah berupaya melalui bidangnya bagaimana mengatasi permasalahan lingkungan hidup adalah bagaimana memberikan pendidikan kepada masyarakat mengenai pendidikan lingkungan hidup. Bentuk nyata dari pemikiran ini adalah dengan memasukkan pendidikan lingkungan hidup dalam kurikulum.

Sejarah Pendidikan Lingkungan Hidup

1. Perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup di Tingkat Internasional
Pada tahun 1975, sebuah lokakarya internasional tentang pendidikan lingkungan hidup diadakan di Beograd, Jugoslavia. Pada pertemuan tersebut dihasilkan pernyataan antarnegara peserta mengenai pendidikan lingkungan hidup yang dikenal sebagai “The Belgrade Charter – a Global Framework for Environmental Education”.
Secara ringkas tujuan pendidikan lingkungan hidup yang dirumuskan dalam Belgrade Charter tersebut di atas adalah sbb:
  1. Meningkatkan kesadaran dan perhatian terhadap keterkaitan bidang ekonomi, sosial, politik serta ekologi, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
  2. Memberi kesempatan bagi setiap orang untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, sikap/perilaku, motivasi dan komitmen, yang diperlukan untuk bekerja secara individu dan kolektif untuk menyelesaikan masalah lingkungan saat ini dan mencegah munculnya masalah baru.
  3. Menciptakan satu kesatuan pola tingkah laku baru bagi individu, kelompok-kelompok dan masyarakat terhadap lingkungan hidup.
2. Perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup di tingkat ASEAN
Program pengembangan pendidikan lingkungan bukan merupakan hal yang baru di lingkup ASEAN. Negara-negara anggota ASEAN telah mengembangkan program dan kegiatannya sejak konferensi internasional pendidikan lingkungan hidup pertama di Belgrade tahun 1975. Sejak dikeluarkannya ASEAN Environmental Education Action Plan 2000-2005, masing-masing negara anggota ASEAN perlu memiliki kerangka kerja untuk pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan. Indonesia sebagai negara anggota ASEAN turut aktif dalam merancang dan melaksanakan ASEAN Environmental Education Action Plan 2000-2005. Pada intinya ASEAN Environmental Education Action Plan 2000 – 2005 ini merupakan tonggak sejarah yang penting dalam upaya kerja sama regional antarsesama negara anggota ASEAN dalam turut meningkatkan pelaksanaan pendidikan lingkungan di masing-masing negara anggota ASEAN.

3. Perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia
Di Indonesia perkembangan penyelenggaraan pendidikan lingkungan dimulai pada tahun 1975 dimana IKIP Jakarta untuk pertama kalinya merintis pengembangan pendidikan lingkungan dengan menyusun Garis-garis Besar Program Pengajaran Pendidikan Lingkungan Hidup yang diujicobakan di 15 Sekolah Dasar Jakarta pada periode tahun 1977/1978.
Pada tahun 1979 dibentuk dan berkembang Pusat Studi Lingkungan (PSL) di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta. Bersamaan dengan itu pula mulai dikembangkannya pendidikan AMDAL oleh semua PSL di bawah koordinasi Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Meneg-PPLH). Saat ini jumlah PSL yang menjadi anggota BKPSL telah berkembang menjadi 87 PSL, di samping itu berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta mulai mengembangkan dan membentuk program khusus pendidikan lingkungan, misalnya di Jurusan Kehutanan IPB.
 Pada jenjang pendidikan dasar dan menegah (menengah umum dan kejuruan), penyampaian mata ajar tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam sistem kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai pelatihan tentang lingkungan hidup telah diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan. Prakarsa pengembangan pendidikan lingkungan juga dilakukan oleh berbagai LSM. Pada tahun 1996/1997 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) antara LSM-LSM yang berminat dan menaruh perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2001 tercatat 76 anggota JPL yang bergerak dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan. Selain itu juga terbit Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996.
Sehubungan dengan kegiatan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia, Kelompok Kerja Pendidikan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Lingkungan Hidup (Pokja PKSDH & L) telah membagi perkembangan kegiatan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia ke dalam tiga periode, yaitu :
a.  Periode 1969-1983 (periode persiapan dan peletakan dasar)
Usaha pengembangan pendidikan LH ini tidak bisa dilepaskan dari hasil Konferensi Stockholm pada tahun 1972 yang antara lain menghasilkan rekomendasi dan deklarasi antara lain tentang pentingnya kegiatan pendidikan untuk menciptakan kesadaran masyarakat dalam melestarikan lingkungan hidup. Salah satu kegiatan yang mempelopori pengembangan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia dilakukan oleh IKIP Jakarta pada tahun yaitu dengan menyusun Garis-garis Besar Pendidikan dan Pengajaran (GBPP) bidang lingkungan hidup untuk pendidikan dasar. Pada tahun 1977/1978, GBPP tersebut kemudian diujicobakan pada 15 SD di Jakarta. Selain itu penyusunan GBPP untuk pendidikan dasar, beberapa perguruan tinggi juga mulai mengembangkan Pusat Studi Lingkungan (PSL) yang salah satu aktivitas utamanya adalah melaksanakan kursus-kursus mengenai analisis dampak lingkungan (AMDAL). Program studi lingkungan dan konservasi sumberdaya alam di beberapa perguruan tinggi juga mulai dikembangkan.

b. Periode 1983-1993 (periode sosialisasi)
Pada periode ini, kegiatan pendidikan lingkungan hidup baik di jalur formal (sekolah) maupun di jalur non formal (luar sekolah) telah semakin berkembang. Pada jalur pendidikan formal, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, materi pendidikan yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan konservasi SDA telah diintegrasikan ke dalam kurikulum 1984. Selama periode ini, berbagai pusat studi seperti Pusat Studi Kependudukkan (PSK) dan Pusat Studi Lingkungan (PSL) baik di perguruan tinggi negeri maupun pergurutan tinggi swasta terus bertambah jumlah dan aktivitasnya. Selain itu, program-program studi pada jenjang S1, S2, dan S3 yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam juga terus berkembang. Bahkan isu dan permasalahan lingkungan hidup telah diarahkan sebagai bagian dari Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) yang harus diterima oleh semua mahasiswa pada semua program studi atau disiplin ilmu.
Pada periode ini sosialiasasi masalah lingkungan hidup juga dilakukan terhadap kalangan administratur negara dengan memasukkan materi kependudukkan dan lingkungan hidup ke dalam kurikulum penjenjangan tingkat Sepada, Sepadya, dan Sespa pada Diklat Lembaga Administrasi Negara (LAN) tahun 1989/1990.

c. Periode 1993 – sekarang (periode pemantapan dan pengembangan)
Salah satu hal yang menonjol dalam periode ini adalah ditetapkannya Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Departemen P & K juga terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru, penggalakkan bulan bakti lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah asri, dan lain-lain. Selain itu, berbagai insiatif dilakukan baik oleh pemerintah, LSM, maupun erguruan tinggi dalam mengembangkan pendidikan lingkungan hidup melalui kegiatan seminar, sararasehan, lokakarya, penataran guru, pengembangan sarana pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi, buku-buku bacaan dan lain-lain.

Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup di Sekolah
Ada suatu pertanyaan yang kadang terpikirkan. kapankah pendidikan lingkungan harus diberikan? Secara rasional ada dua alasan utama mengapa pendidikan lingkungan harus diberikan secara dini: (1) anak-anak  harus mengembangkan rasa mencintai lingkungan hidup pada usia yang dini, diharapkan dengan pengembangan perasaan tersebut secara dini maka perkembangan rasa tersebut akan tertanam dengan baik, (2) Interaksi dengan lingkungan hidup merupakan bagian penting dari perkembangan kehidupan anak yang sehat dan interaksi tersebut dapat mendorong kemampuan belajar dan kualitas hidup anak kedepan.
Berdasarkan definisi, pendidikan lingkungan merupakan suatu proses yang bertujuan membentuk perilaku, nilai dan kebiasaan untuk menghargai lingkungan hidup. Dengan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan lingkungan hidup harus diberikan sejak dini kepada anak-anak kita,  dan yang paling penting pendidikan lingkungan hidup harus berdasarkan pengalaman langsung bersentuhan dengan lingkungan hidup sehingga diharapkan pengalaman langsung tersebut dapat membentuk perilaku, nilai dan kebiasaan untuk menghargai lingkungan.
 Bila kita potret anak-anak sekarang cenderung memiliki kesempatan yang sangat terbatas bersentuhan langsung dengan lingkungan hidup, kita bisa lihat anak-anak kita seolah-olah mempunyai dunia sendiri, ketika mereka beristirahat mereka ada di rumah asyik menonton TV, ketika berrekreasi lebih senang berada di mall dengan berbagai macam permainan, ketika pergi kesekolah mereka naik kendara , ketika di sekolah mereka cenderung ada di dalam kelas sehingga anak-anak tersebut terisolasi. Dengan melihat kondisi tersebut anak-anak sangat kritis dalam hal bersentuhan langsung dengan lingkungan hidup dan hal tersebut dapat menyebabkan pengaruh negative terhadap  perkembangan perilaku dan kebiasaan untuk memandang lingkungan hidup sebagai hal yang perlu dipelihara dan dipertahankan keberadaannya.
Di Indonesia pendidikan lingkungan hidup selama ini belum mendapat tempat yang baik. Pendidikan lingkungan hidup yang dilakukan lebih dominan dalam kegiatan pendidikan nonformal sedangkan pada pendidikan formal belum mendapatkan tempat yang layak.

Profil Kota Tarakan
Tarakan menurut cerita rakyat berasal dari bahasa tidung “Tarak” (bertemu) dan “Ngakan” (makan) yang secara harfiah dapat diartikan “Tempat para nelayan untuk istirahat makan, bertemu serta melakukan barter hasil tangkapan dengan nelayan lain. Selain itu Tarakan juga merupakan tempat pertemuan arus muara Sungai Kayan, Sesayap dan Malinau.
Ketenangan masyarakat setempat agak terganggu ketika pada tahun 1896, sebuah perusahaan perminyakan Belanda, BPM (Bataavishe Petroleum Maatchapij) menemukan adanya sumber minyak di pulau ini. Banyak tenaga kerja didatangkan terutama dari pulau jawa seiring dengan meningkatnya kegiatan pengeboran. Mengingat fungsi dan perkembangan wilayah ini, pada tahun 1923 perembangan wilayah ini, pada tahun 1923 Pemerintah Hindia Belanda merasa perlu untuk menempatkan seorang Asisten Residen di pulau ini yang membawahi 5 (lima) wilayah yakni; Tanjung Selor, Tarakan, Malinau, Apau Kayan dan Berau. Namun pada masa pasca kemerdekaan, Pemerintah RI merasa perlu untuk merubah status kewedanan Tarakan menjadi Kecamatan Tarakan sesuai dengan Keppress RI No.22 Tahun 1963.
Letak dan posisi yang strategis telah mampu menjadikan kecamatan Tarakan sebagai salah satu sentra Industri di wilayah Kalimantan Timur bagian utara sehingga Pemerintah perlu untuk meningkatkan statusnya menjadi Kota Administratif sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 1981. Status Kota Administratif kembali ditingkatkan menjadi Kotamadya berdasarkan Undang-Undang RI No.29 Tahun 1997 yang peresmiannya dilakukan langsung oleh Menteri dalam Negeri pada tanggal 15 Desember 1997, sekaligus menandai tanggal tersebut sebagai Hari Jadi Kota Tarakan.
Kota Tarakan merupakan kota terbesar ketiga di provinsi Kalimantan Timur, Indonesia dan juga merupakan kota terkaya ke-17 di Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 250,80 km² dan sesuai dengan data Badan Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kota Tarakan pada Agustus 2011 berpenduduk sebanyak 239.787 jiwa. Tarakan atau juga dikenal sebagai Bumi Paguntaka, berada pada sebuah pulau kecil yang terletak di utara Kaltim.

Penerapan Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup di Kota Tarakan
Model pendidikan lingkungan hidup di sekolah diwujudkan dalam mekanisme implementasi program pendidikan lingkungan hidup. Kota Tarakan sudah dicoba menerapkannya diantaranya dengan adanya:

1. Sekolah Berwawasan Lingkungan (ADIWIYATA)
Sekolah berwawasan lingkungan adalah sebutan bagi sekolah yang menjadikan pendidikan lingkungan merupakan salah satu misi dalam mencapai tujuan sekolah.  Program pendidikan lingkungan ini memberikan atmosfir di sekolah sehingga setiap saat ketika siswa berada dalam lingkungan sekolah, siswa selalu bersentuhan dengan program ini.
Jadi pendidikan lingkungan hidup sudah terintegrasi ke dalam program sekolah. Sudah ada dua sekolah di Kota Tarakan yang berwawasan lingkungan, diantaranya adalah SD Negeri 018 dan SMP Negeri 1 Tarakan.  Wujud konkretnya adalah dengan memasukkan pendidikan lingkungan ke dalam misi sekolah mereka serta memberikan space kawasan hijau di sekolah . Berikut Visi, Misi  serta gambar SD N 018 dan SMPN 1 Tarakan

A.      SD Negeri 018 Tarakan

Visi :
Menjadi Sekolah Terpercaya Di Masyarakat Untuk Mencerdaskan Bangsa Dalam Rangka Mensukseskan Wajib Belajar 12 Tahun.

Misi :
  1. Menyiapkan generasi unggul yang memiliki potensi di bidang Imtaq dan Iptek
  2. Membentuk sumber daya manusia yang aktif, kreatif, inovatif dan produktif sesuai dengan perkembangan zaman
  3. Membangun citra sekolah sebagai mitra terpercaya di masyarakat
  4. Melaksanakan pendidikan lingkungan hidup melalui pembiasaan


B.       SMP Negeri 1 Kota Tarakan
SMP Negeri 1 Tarakan merupakan salah satu sekolah menengah pertama di Kota Tarakan, Kalimantan Timur, Indonesia. Sekolah ini terletak di Jalan Diponegoro, Kelurahan Pamusian, Kecamatan Tarakan Tengah. Sekolah ini merupakan salah satu Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di Kota Tarakan dan juga merupakan Sekolah Adiwiyata.  Saat ini SMP Negeri 1 Tarakan memiliki 24 Polisi Lingkungan, yang berfungsi untuk mengawasi siswa dan guru yang membuang sampah di sembarang tempat

Di sekolah tersebut, siswa selalu bersentuhan dengan pendidikan lingkungan hidup ketika di kelas, pada kegiatan ekstrakurikuler dan pada saat istirahat. Diharapkan dengan terintegrasinya pendidikan lingkungan hidup ini kedalam program sekolah menjadi proses pembiasaan sehingga  diharapkan adanya pengembangan perilaku, sikap dari siswa untuk menghargai, mencintai dan memelihara lingkungan hidup yang di bawa sikap tersebut menjadi kebiasaan sehari-hari. Ketika program pendidikan lingkungan hidup di sekolah akan dimulai maka perlu dikembangkan suatu sistem yang dapat mengatur program ini. Sistem yang di kembangkan diharapkan dapat mengembangkan tingkat kepedulian siswa terhadap lingkungan, oleh karena itu sistem yang dibangun harus dapat melibatkan berbagai unsur sehingga program ini dirasakan menjadi milik seluruh warga sekolah.

2.  Melibatkan Siswa dalam Program Kaltim Green (penanaman 1 milyar pohon)
Program penanaman pohon ini adalah salah satu program pemerintah sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2008, Pemerintah telah menetapkan tanggal 28 November  diperingati sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) dan Desember sebagai Bulan Menanam Nasional (BMN).  Peringatan HMPI dan BMN tahun 2011 ini menetapkan tema “Sukseskan Penanaman Satu Milyar Pohon”.  Peringatan ini merupakan salah satu upaya untuk menumbuhkan budaya menanam di masyarakat. Program Penanaman 1 Milyar Pohon tahun 2011 ini merupakan kelanjutan dari program serupa tahun 2010.
Pemerintah Kota Tarakan telah melaksanaan gerakan penanaman 1 milyar pohon yang dipusatkan di RT.01 Kelurahan Kampung VI Kecamatan Tarakan Tengah. Peran serta siswa dalam hal ini adalah ikut dalam kegiatan tersebut. Diharapkan dengan diikutsertakannya siswa akan muncul rasa memiliki dan kecintaan terhadap lingkungan. 

KESIMPULAN DAN SARAN
Pendidikan lingkungan hidup adalah salah satu cara dalam memerangi global warming yang sedang melanda Indonesia. Dengan mengenalkan pendidikan lingkungan hidup sejak dari dini diharapkan kesadaran manusia akan pentingnya lingkungan hidup muncul sehingga akan tercipta lingkungan yang ramah dan sehat.
Kota Tarakan, Kalimatan Timur yang sekarang ini sedang berusaha untuk mendapatkan predikat sebagai kota pendidikan telah melakukan berbagai usaha dalam melestarikan lingkungan lewat pendidikan. Usaha itu dilakukan dalam rangka memerangi global warming yang sedang melanda Indonesia. Usaha-usaha tersebut adalah:
(1)     Memasukkan pendidikan lingkungan hidup dalam visi dan misi sekolah
(2)     Berperan serta dalam program pemerintah pusat ataupun daerah dalam mewujudkan lingkungan hijau.
(3)     Memasukkan materi lingkungan dalam kurikulum sekolah yang disusun.
Meskipun belum semua sekolah melakukan hal tersebut, sekarang ini Pemerintah Kota Tarakan lewat Dinas Lingkungan Hidup telah mencoba melakukan usaha pendekatan melalui sosialisasi, pemberian sumbangan bagi sekolah wiyata terbaik, dan pemberian pot bunga dan pelatihan siswa tentang bagaimana pentingnya lingkungan dalam menciptakan iklim yang sehat dan kondusif seperti yang tercermin dalam slogan Kota Tarakan yaitu kota “BAIS” (Bersih, Aman, Indan dan Sehat).

SARAN
1.        Perlu diwajibkanya semua sekolah di Kota Tarakan memasukkan materi lingkungan hidup ke dalam kurikulum sekolah
2.        Perlunya melibatkan siswa dalam pelaksanaan program sekolah kaitannya dengan kebersihan lingkungan
3.        Bekerja sama dengan instansi yang berkewenangan dalam bidang lingkungan untuk rutin melakukan sosialiasi tentang pentingnya lingkungan bersih

DAFTAR PUSTAKA


Suryadi, Ace dan Dasim Budimansyah. 2009. Paradigma Pembangunan Pendidikan Nasional: Konsep, Teori dan Aplikasi dalam Analisis Kebijakan Publik. Bandung:Widya Aksara Press.

http://lingkungan.edublogs.org/

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Tarakan




Tidak ada komentar:

Posting Komentar