SEMANGAT DAN KEBERSAMAAN MEMBUAT KITA BELAJAR UNTUK MENGERTI DAN DIMENGERTI

Jumat, 03 Februari 2012

FAKTOR KEPRIBADIAN DAN TIPE BELAJAR INDIVIDU, GAYA DAN STRATEGI PEMBELAJARAN INDIVIDU Oleh Listyawati



A.Pendahuluan
          Bagaimana manusia belajar? Adakah prinsip-prinsip dasar tertentu yang berlaku bagi semua tindakan pembelajaran? Apakah semua teori pembelajaran “lebih baik” daripada yang lainnya? Jika ya, bagaimana cara kita mengevaluasi manfaat sebuah teori? Pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk dicari jawabannya untuk mencapai pemahaman yang utuh tentang pemerolehan bahasa kedua.
          Dari ranah kognitif pembelajaran bahasa dapat ditinjau dari dua segi yaitu proses pembelajaran manusia pada umumnya, dan variasi-variasi kognitif dalam pembelajaran-gaya dan strategi. Dari ranah afektif pemerolehan bahasa kedua ada dua segi, pertama adalah segi intrinsik afektivitas yaitu faktor kepribadian dalam diri seseorang yang dengan suatu cara menyumbang bagi kesuksesan pembelajaran bahasa. Segi kedua; mencakup faktor-faktor ekstrinsik variabel-variabel sosial budaya yang muncul ketika pembelajaran bahasa kedua tidak saja membuat dua bahasa bertemu tetapi juga dua budaya dan harus mempelajari budaya kedua bersama bahasa kedua.
          Dalam praktiknya, bahwa faktor kepribadian yang melibatkan aspek kognitif dan afektif tersebut sangat mempengaruhi proses pemerolehan bahasa pertama dan kedua. Untuk pemerolehan bahasa pertama dan kedua diperlukan strategi-strategi yang tepat untuk meningkatkan  suatu pembelajaran bahasa. Strategi sebagai suatu siasat yang penggunaannya disesuaikan dengan konteks yang mungkin sangat bervariasi dari waktu ke waktu dan mungkin dari situasi-situasi yang berbeda bahkan dari satu budaya ke budaya yang lain.
          Strategi bervariasi di dalam diri setiap orang. Setiap dari individu memiliki sejumlah alternatif untuk memecahkan masalah tertentu, dan setiap seseorang memilih satu atau beberapa strategi untuk menyelesaikan “masalah” tertentu dalam pembelajaran bahasa kedua. 

B.Pembahasan
1. Faktor Kepribadian dan Tipe Belajar Individu
       Sebelum masuk uraian tentang faktor kepribadian dan tipe belajar maka perlu dipahami terlebih dahulu pengertian kepribadian.  Menurut  Kamus Besar Bahasa Indonesia kepribadian adalah sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang menbedakan dari orang/bangsa lain. Dengan demikian kepribadian merupakan suatu ciri-ciri individu/kelompok yang tampak dapat dilihat berdasarkan sikap atau perilaku seseorang/suatu bangsa. Dalam hal ini difokuskan kepada pembahasan kepribadian secara individu dalam pembelajaran bahasa.
       Faktor kepribadian seseorang dalam upaya memperoleh pembelajaran pertama dan kedua melibatkan dua ranah. Dua ranah tersebut  meliputi ranah kognitif dan afektif. Dari ranah kognitif pembelajaran bahasa dapat ditinjau dari dua segi yaitu proses pembelajaran manusia pada umumnya, dan variasi-variasi kognitif dalam pembelajaran-gaya dan strategi.
       Dari ranah afektif pemerolehan bahasa kedua ada dua segi, pertama adalah segi intrinsik afektivitas yaitu faktor kepribadian dalam diri seseorang yang dengan suatu cara menyumbang bagi kesuksesan pembelajaran bahasa. Segi kedua; mencakup faktor-faktor ekstrinsik variabel-variabel sosial budaya yang muncul ketika pembelajaran bahasa kedua tidak saja membuat dua bahasa bertemu tetapi juga dua budaya dan harus mempelajari budaya kedua bersama bahasa kedua (Brown: 2008:165).
Secara teori jika metodologi pengajaran bahasa kedua hanya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan kognitif, niscaya seorang pengajar akan menyingkirkan aspek yang paling fundamental perilaku manusia. Ernest Hilgard yang terkenal dengan studinya tentang pembelajaran dan kognisi manusia, pernah mengatakan bahwa “teori-teori pembelajaran kognitif akan ditolak kecuali afektivitas dilibatkan di dalamnya”(Brown:2008:165).
Untuk mempelajari bahasa kedua maka perlu telaah faktor-faktor kepribadian dalam membangun teori pembelajaran bahasa kedua.
Untuk aspek afektif sulit dideskripsikan secara ilmiah. Banyak sekali variabel yang terlibat dalam mengkaji sisi emosional perilaku manusia dalam proses pembelajaran bahasa kedua. Salah satu kendala dalam upaya mendapatkan penjelasan afektif keberhasilan mempelajari bahasa dimunculkan oleh kegiatan sub-pembagian dan kategorisasi faktor-faktor wilayah afektif. Orang sering tergoda untuk menggunakan istilah-istilah yang agak pukul rata seolah-olah istilah itu sudah didefinisikan dengan cermat. Misalnya, cukup mudah mengatakan bahwa “konflik budaya” menimbulkan banyak problem pembelajaran bahasa, atau bahwa “motivasi” adalah kunci sukses dalam sebuah bahasa asing; tetapi sama sekali lain persoalan ketika harus merumuskan semua istilah itu setepat-tepatnya.
Para psikolog juga mengalami kesulitan dalam mendefinisikan berbagai istilah. Konsep-konsep abstrak seperti empati, agresi, ekstroversi, dan label-label umum lain sukar didefinisikan secara empiris. Tes-tes psikologi baku sering membentuk sebuah definisi operasional konsep.
Berdasarkan penelitian bahwa peranan kepribadian dalam pemerolehan bahasa kedua sudah merupakan suatu pemahaman yang lebih besar tentang proses pembelajaran bahasa dan desain pengajaran bahasa yang disempurnakan (Brown, 2010: 166)
Adapun ranah afektif yang merupakan sisi emosional atau perasaan yang melibatkan  perilaku manusia menurut Benyamin Bloom meliputi;
a.     Menerima; pada tataran pertama dan fundamental perkembangan  afeksi dimulai dengan menerima. Orang perorang harus mengerti lingkungan sekitar mereka dan menyadari situasi, fenomena, orang-orang, benda-benda. Mereka harus bersedia menerima tenggang rasa sebuah stimulus, bukan menghindarinya, dan memberikan perhatian pada yang mereka pilih dan kehendaki kepada sebuah stimulus.
b.     Menanggapi; orang perorang harus beranjak melampaui menerima untuk menanggapi dan melakukan setidak-tidaknya mengambil suatu langkah kecil untuk menghadapi seuatu fenomena. Tanggapan seperti itu pada satu tataran mungkin dilakukan dengan sikap pasif, tetapi pada tataran yang lebih tinggi, orang itu bersedia menanggapi secara sukarela, tanpa paksaan, kemudian mendapatkan kepuasan dari tanggapan tersebut.
c.     Penilaian; pada tataran ini afektivitas melibatkan penilaian yaitu dengan memberikan suatu penghargaan sebuah perilaku. Penilaian memperlihatkan keyakinan atau sikap sebagaimana nilai-nilai itu ditanamkan. Setiap individu tidak semata-mata menerima sebuah nilai dan bersedia diidentifikasi dengan itu, tetapi mereka mengupayakannya, mencarinya dan menginginkannya sampai akhirnya menjadikan suatu keyakinan.
d.     Pengorganisasian; Pada tataran pengorganisasian ini nilai-nilai dimasukkan ke dalam sistem kepercayaan, menentukan hubungan timbal balik di antara mereka, dan membangun sebuah hierarki nilai dalam sistem itu.
          Berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh Bloom di atas bahwa ranah afektif tidak hanya dirancang untuk tujuan pendidikan, tetapi juga bagi pemahaman tentang wilayah afektif dalam perilaku manusia. Gagasan-gagasan tentang menerima, menanggapi, dan menilai adalah suatu yang bersifat universal. Para pembelajar bahasa kedua harus reseptif terhadap orang-orang yang berkomunikasi dengan mereka dan terhadap bahasa itu sendiri. Responsif terhadap orang-orang dan terhadap konteks komunikasi, bersedia serta mampu menempatkan nilai tertentu ke dalam aksi komunikatif timbal balik antarpribadi.
               Pada dasarnya bahasa terjalin kuat dalam segala perilaku manusia. Bahasa adalah sebuah fenomena yang serba hadir dalam kemanusiaan kita sehingga tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan yang lebih besar dari keseluruhan manusia yang hidup, bernapas, berpikir serta merasakan.
 
2. Tipe Belajar Individu

Apa Gaya Belajar? Ada beberapa teori yang bersaing tentang bagaimana orang belajar, seseorang dapat menilai gaya belajar alami masing-masing. Ada tiga referensi untuk memberikan gambaran yang sangat sederhana tentang apa gaya belajar individu. Ada tiga aspek utama berkaitan dengan tipe belajar individu antara lain:
  • memahami informasi
  • mengolah informasi
  • mengatur dan menyajikan informasi.
Ketika seseorang mengumpulkan informasi tentang dunia di sekitarnya, (termasuk informasi yang kita butuhkan untuk belajar), seseorang akan menggunakan semua indera. Tetapi, beberapa dari individu mempekerjakan satu arti lebih dari yang lain. Sistem VARK (digambarkan oleh Fleming, 2001) menilai berapa banyak orang dalam belajar mengandalkan pada: visual (pandangan), uditory (pendengaran), reading dan kinestetik (sensasi lain yang mencakup sentuhan dan suhu serta gerakan.)
      Orang-orang mengatakan hal-hal seperti 'seorang pelajar pendengaran' (yang berarti bahwa mereka menyerap informasi nyaman yang telah mereka dengar atau dibahas), atau 'I'ma pelajar kinestetik' (jika mereka lebih memilih untuk belajar melalui kelas praktis dan tangan-kegiatan , bukan dengan membaca buku dan mendengarkan ceramah). Bahkan, mungkin sebagian orang/anak menggunakan semua inderanya untuk menyerap informasi. Akan tetapi seseorang mungkin juga  merasa perlu untuk mengkonfirmasi apa kekuatan dirinya berkaitan dengan persepsi (http://www.chaminade.org/inspire/learnstl.htm).

3. Gaya dan Strategi Pembelajaran Individu
*     3.1 Gaya
      Gaya adalah sebuah istilah yang merujuk kepada kecondongan atau kesukaan yang konsisten dan agak tahan lama di dalam diri seseorang. Gaya adalah karakteristik umum kerja intelektual yang berkenaan dengan seseorang sebagai individu dan yang membedakan antara individu yang satu dengan yang lain. Suatu misal si A dalam belajar lebih berorientasi kepada visual, lebih toleran kepada ambiguitas atau lebih reflektif ketimbang seseorang yang lain. Semua itu adalah gaya yang mencirikan sebuah pola umum atau dominasi dalam pikiran atau perasaan seseorang. Maka gaya bervariasi di antara orang perorang, (Brown:127).
          Dalam hal pembelajaran praktis misalnya, secara umum kecenderungan seseorang dalam mengambil tindakan atas kejadian yang dialami dapat memperlihatkan apa gaya belajar yang dimiliki oleh individu tersebut.  Ketika seseorang cenderung memikirkan bahwa segala aktifitasnya harus dilakukan secara rapi, urut, sistematis maka kecenderungan gaya belajar orang itu dengan menggunakan otak kiri. Segala aktivitas harus berjalan sesuai rencana dsb. Begitu pula sebaliknya bagi individu yang cenderung belajar dengan otak kanannya maka segala aktivitasnya selalu dilaksanakana secara fleksibel, ketika mengalami suatu problem kehidupan cenderung si otak kanan banyak strategi yang dapat dilakukan. Biasanya si otak kanan dalam  menghadapi hidupnya terlihat lebih santai, fleksibel, enjoy. Mereka menganggap segala tindakan tidak harus diawali dari yang paling atas atau secara urut.
Cara seseorang belajar hal-hal secara umum dan cara seseorang dalam menghadapi problem tampaknya tergantung pada hubungan yang agak samar-samar antara kepribadian dan kognisi; hubungan ini disebut gaya kognitif. Ketika gaya-gaya tersebut terhubung dengan konteks pendidikan, bahwa faktor afektif dan fisiologis saling berjalin, mereka lazim disebut sabagai gaya pembelajaran (Brown, 2010:128).
Sebuah contoh bahwa gaya pembelajaran akan menjebatani emosi dan kognisi. Misalnya sebuah gaya reflektif pastilah tumbuh dari pribadi yang reflektif atau mood yang reflektif . Sebaliknya, gaya imfulsif biasanya muncul dari sebuah keadaan emosional yang imfulsif. Gaya seseorang akan ditentukan oleh cara mereka menyerap segala sesuatu dari lingkungannya.
Ada enam faktor penentu keberhasilan pemerolehan/pengajaran bahasa antara lain;
1.     Independensi bidang; yaitu kemampuan individu untuk melihat sebuah item atau faktor tertentu yang relevan di sebuah “bidang” yang tersusun atas item-item yang mengacaukan, dalam istilah psikologi umum bersifat perseptual.
2.     Dominasi otak kiri-kanan; dominasi otak kiri-kanan mungkin merupakan isu penting dalam perkembangan teori pemerolehan bahasa kedua. Ketika otak seorang anak mendewasa, berbagai fungsi menjadi terposisikan ke belahan kiri atau kanan. Otak kiri diasosiakan dengan pikiran logis, analitis, dengan informasi matematis dan pemprosesan linier. Otak kanan menangkap dan mengingat citra visual, rabaan, dan auditoris; ia lebih efisien dalam pemprosesan informasi holistik, integratif, dan emosional (Toran 1980). Mendaftarbeberapa karakteristik dominasi otak kiri-kanan sebagai berikut:
Dominasi Otak Kiri
Dominasi Otak Kanan
Intelektual
Intuitif
Ingat nama
Ingat wajah
Merespon intruksi verbal
Merespon intruksi yang diperagakan, digambarkan/simbulis
Mencoba dengan sistematis dan kontrol
Mencoba secara acak dan tidak terlalu menahan diri
Membuat penilaian yang obyektif
Membuat penilaian subyektif
Terencana dan terstruktur
Mengalir dan spontan
Menyukai informasi tertentu yang pasti
Menyukai informasi tak pasti yang sulit dipahami
Pembaca analistis
Pembaca yang yang membuat sintesis
Mengandalkan bahsa dalam berpikir dan mengingat
Mengandalkan citra saat berpikir dan mengingat
Menyukai berbicara dan menulis
Menyukai gambar dan obyek bergerak
Menyukai tes pilihan ganda
Menyukai pertanyaan terbuka
Mengontrol perasaan
Lebih bebas dengan perasaan
Tak cerdas menafsir bahasa tubuh
Cerdas menafsir bahasa tubuh
Jarang menggunakan metafora
Sering menggunakan metafora
Cenderung memecahkan masalah secara logis
Cenderung memecahkan masalah secara intuitif


          (Brown, diadaptasi dari Torrance, 1980).
          Dalam praktiknya, bahwa kedua belahan otak manusia memiliki banyak perbedaan karakteristik. Akan tetapi, kedua belahan otak tersebut beroperasi bersama sebagai satu kesatuan “tim”. Melalui corpus callosum, pita urat syaraf yang menghubungkan kedua belahan. Pesan-pesan dikirim dan diterima kembali sehingga keduanya banyak terlibat aktivitas neureologis otak manusia. Kebanyakan pemecahan masalah melibatkan kapasitas kedua belah otak, dan seringkali soslusi terbaik untuk sebuah masalah adalah solusi yang setiap belahan berpartisipasi secara optimal.
          Meskipun terdapat banyak perbedaan dalam belahan otak kiri dan kanan, keduanya dapat membantu merumuskan rentetan gaya pembelajaran. Misalnya  membantu merumuskan menggunakan ‘bimodalitas neurologis’ untuk menganalisis bagaimana berbagai metode pengajaran bahasa gagal; karena terlalu cenderung pada proses otak kiri, metode-metode lama di kelas bahasa tidak cukup merangsang proses otak kanan. Menurut Krashen (1974) mendukung hipotesis bahwa para pembelajar bahasa kedua yang dominan otak kiri menyukai gaya deduktif, sementara yang dominan otak kanan terlihat lebih berhasil dalam lingkungan kelas yang induktif.
          Dalam kajian selanjutnya akhir-akhir ini dalam proses pembelajaran selain harus menyeimbangkan otak kiri dan kanan juga perlu melibatkan otak tengah. Berikut uraian bagaimana otak tengah manusia mampu membuat otak kiri dan kanan menjadi seimbang.
3..Otak Tengah
3.1 Daya Guna Otak Tengah
          Pendayagunaan otak tengah baru mulai marak beberapa tahun belakangan. Otak tengah mulai mendapat perhatian ketika sebuah penemuan mengatakan bahwa otak tengah berpengaruh pada tingkat kejeniusan manusia.
          Secara ilmu biologi otak tengah manusia atau midbrain dalam bahasa inggris merupakan bagian terkecil dari otak manusia . Otak tengah memiliki fungsi sebagai stasiun dari semua informasi pendengaran dan penglihatan. Otak tengah juga berfungsi sebagai system syaraf pusat untuk mengontrol penglihatan, pendengaran, motorik, keadaan tidur atau bangun, gairah atau kewaspadaan dan pengaturan suhu dalam tubuh manusia.
      Anatomi otak tengah terdiri atas tectum, tegmentum, mesocoelia ventricular dan peduncles otak. Secara posisi otak tengah terletak di bawah korteks serebral, dan di atas bagian otak belakang. Pada otak tengah terdapat nukleus merah  atau red nucleus dan subsantantia nigra. Kedua bagian pada otak tengah itu memilki fungsi sebagai pengatur gerakan badan.
      Melihat manfaat dan fungsi yang dibawa oleh otak tengah, pemberdayaan otak tengah mulai marak khususnya pada orang tua. Mereka ingin anaknya tumbuh dengan kemampuan otak tengah yang luar biasa. Setidaknya menyeimbangkan antara otak tengah, kanan, dan kiri.
          Berita mengenai betapa otak tengah banyak memberikan manfaat dalam hidup manusia sudah disadari lebih dulu oleh masyarakat yang berada di beberapa negara seperti Jepang, Rusia dan Tibet. Keutamaan yang didapat ketika otak dapat dioptimalkan membuat orang tua di negara itu ramai-ramai “mengaktifkan “ otak tengah sang anak melalui beberapa cara.
          Di beberapa negara cara mengaktifkan otak tengah berbeda-beda. Masyarakat Tibet percaya bahwa otak tengah dapat diaktifkan melalui meditasi. Meditasi tersebut sebenarnya adalah sarana untuk membangkitkan gelombang Alpha yang ada pada otak manusia. Gelombang Alpha itulah yang kemudian dipercaya dapat mengaktifkan otak tengah manusia.
          Mengaktifkan otak tengah anak usia sekolah merupakan temuan terbaru dalam dunia pendidikan. Jika selama ini anak-anak memanfaatkan dua sisi otak yang dimilikinya, yaitu kiri dan kanan  maka dengan pelatihan yang serius otak tengah yang mereka miliki bisa dimanfaatkan.
          Penggunaan otak kanan dan kiri terkadang tidak seimbang. Kadang ditemukan anak yang pintar dalam matematika tetapi malu ketika harus membaca puisi di depan kelas, atau ada juga anak yang pintar menggambar tapi lemah dalam mata pelajaran matematika. Anak seperti itu berarti belum memiliki keseimbangan dalam pemanfaatan otak yang dimilikinya. Pemanfaatan otak tengah pun hadir sebagai penyeimbang.
          Kemampuan yang paling dapat dilihat secara nyata dan langsung dari seorang anak yang otak tengahnya sudah dalam keadaan aktif adalah anak tersebut dapat melakukan apapun dalam keadaan mata tertutup. Anak tersebut dapat menebak warna, membaca buku, dan berjalan dengan keadaan mata tertutup.
          Mengaktifkan otak tengah tentu memerlukan pelatihan. Dalam tahap pelatihan lebih lanjut, seorang anak dapat memprediksi apapun . Dia dapat menerka benda yang ada dalam kotak, melihat benda di balik tembok, dan kemampuan-kemampuan prediksi lain.  Kemampuan memprediksi ini terkesan seperti menggunakan ilmu gaib. Tetapi hal ini sama sekali tidak melibatkan ilmu gaib.
          Hal ini disebabkan oleh munculnya gelombang alpha dalam otak anak. Gelombang alpha adalah gelombang dalam otak manusia yang hadir saat manusia dalam keadaan tenang dan saat manusia merasa paling kreatif. Gelombang ini biasanya akan muncul ketika sesaat setelah bangun tidur atau berendam di bak mandi. Gelombang Alpha akan membentuk seperti radar dan kemudian mengirimkan kembali sinyal ke otak, sehingga anak bias melihat meskipun dalam keadaan mata tertutup. Gelombang tersebut pada dasarnya hanya terletak di bawah hidung.
3.2 Keajaiban Otak Tengah
           Anak yang otak tengahnya sudah diaktifkan bisa menggambar dengan mata tertutup, menebak kartu, membaca bahkan mengendarai sepeda dengan mata tertutup. Hal ini sebenarnya wajar-wajar saja, karena berdasarkan ilmu pengetahuan, manusia mampu melihat dengan otak bukan dengan mata. Mata hanya sebatas jendela dari otak. Jadi otak tengah itu berperan besar dalam kaitannya dengan indera manusia.
          Awalnya metode pengaktifan otak tengah diperkenalkan di Indonesia oleh Doni Satya, Master Franchise genius Mind Consultancy Indonesia. Doni mengatakan bahwa otak tengah adalah jembatan antara otak kanan dan kiri. Jika otak tengah aktif, tentu akan memaksimalkan fungsi otak kanan dan kiri.
          Sebuah tayangan televisi pernah menghadirkan seorang wanita yang mampu mengingat  peristiwa setiap hari dalam hidupnya sejak berusia lima tahun. Wanita itu mampu menceritakan kejadian apa saja yang dialaminya ketika berusia delapan tahun dengan lengkap. Wanita ini benar-benar mampu mengingat semua urutan kejadian selama bertahun-tahun dalam otaknya.
          Mengapa hal ini bisa dilakukan? Memang, ada bagan tertentu di dalam fungsi otak manusia yang memungkinkan hal tersebut. Tetapi pada umumnya bagian tersebut tidak berfungsi.
          Bagaimana dengan fungsi otak tengah?  Ada banyak sekali manfaat jika otak tengah diaktifkan, seperti dapat meningkatkan kemampuan memori, kreativitas, menyeimbangkan hormone, konsentrasi, menstabilkan emosi dan membentuk karakter positif.
          Aktivasi otak tengah bukanlah merupakan suatu yang berhubungan dengan supranatural atau magis karena aktivasi otak tengah dilakukan dengan cara ilmiah. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, aktivasi otak tengah banyak memanfaatkan gelombang otak Alpha. Gelombang otak ini yang muncul ketika dalam keadaan rileks, dan dominan saat bangun tidur, bahkan pada saat berendam air panas di  bathub. Oleh karena itu tidak mengherankan jika Archimedes menemukan hukum Archimedes pada  saat mandi.
      Otak tengah sudah teraktivasi akan mengeluarkan gelombang otak seperti radar sehingga pemiliknya bisa melihat benda dalam keadaan mata tertutup. Latihan aktivasi otak tengah yang rutin akan membuat anak menjadi lebih kuat lagi dan dapat melihat benda yang berada lebih tinggi lagi. Bisa juga mendeteksi sampai 360 derajad. Artinya anak-anak tersebut mampu mendeteksi benda di semua arah. (www.anneahira.com/otak tengah.
             Sumber:q.bonk.com/rahasia dibalik- otak-manusia.
      Gambar Otak Manusia
4.. Toleransi ambiguitas
      Gaya yang keempat ini dibahas sampai sejauh mana seseorang bersedia menerima ide dan dalil yang bertentangan dengan sistem kepercayaan atau struktur pengetahuan seseorang. Misalnya berapa orang yang biasa atau relatif berpikir secara terbuka dalam menerima ideologi, kejadian, dan fakta yang berlawan dengan pandangannya. Dalam intoleransi ambiguitas seseorang ingin melihat semua dalil dapat dimasukkan ke dalam organisasi kognitif mereka; jika tidak, dalil ditolak.

5. Gaya reflektivitas dan inpulsivitas
       Pada kenyataannya kepribadian seseorang cenderung reflektif dan pada situasi lain bersifat impulsif.  Secara terinci dapat disampaikan bahwa anak-anak yang reflektif cenderung membuat kesalahan lebih sedikit dalam membaca daripada anak-anak impulsif, namun anak-anak yang impulsif biasanya pembaca yang lebih cepat dan akhirnya menguasai permainan menebak psikolinguistik (Brown diadaptasi dari Kagan dkk,1965).
6. Gaya visual, Auditoris, dan Kinestetis
        Ciri pembelajar visual cenderung menyukai tabel, gambar dan informasi grafis lainnya. Sedangkan pembelajar auditoris lebih menyukai mendengar ajaran dan audiotape. Pembelajar kinestetis akan memperlihatkan gerakan tubuh. Dari kelima gaya ini, pembelajar yang paling berhasil adalah mereka yang memanfaatkan masukan visual maupun auditoris dan perlu ketekunan untuk membedakan seorang pembelajar  dari yang lain, hal ini merupakan suatu faktor penting untuk instruksi di ruang kelas.
     Jadi gaya pembelajaran individu sangat berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Hal ini sesuai kebiasaan, latarbelakang budaya serta sikap mereka dan kaitannya dengan pelatihan-pelatihan yang biasa mereka lakukan termasuk bagaimana individu tersebut mampu melatih otak kanan, kiri dan tengah demi keseimbangan dalam proses berpikir dan bertindak.

3.2 Strategi
Secara sederhana strategi memiliki makna sebagai metode khusus untuk mendekati masalah atau tugas untuk mencapai suatu tujuan, rancangan yang tersusun untuk mengendalikan dan memanipulasi informasi tertentu.   
Ketika seseorang memulai mempelajari gaya dan strategi dalam pembelajaran bahasa kedua, maka seseorang dapat memetik manfaat dengan memahami masalah-masalah atau titik-titik yang membentuk garis panjang mulai dari persiapan secara universal sampai pada variasi tertentu yang ada pada diri seseorang. Dalam hal ini seorang pembelajar harus memahami permasalahan yang dihadapi si pebelajar untuk dicarikan solusi ketika terjadi suatu kesulitan dalam pembelajaran.

C. Penutup
       Dalam praktiknya, bahwa faktor kepribadian yang melibatkan aspek kognitif dan afektif sangat mempengaruhi proses pemerolehan bahasa pertama dan kedua. Untuk pemerolehan bahasa pertama dan kedua diperlukan strategi-strategi yang tepat untuk meningkatkan  suatu pembelajaran bahasa. Strategi sebagai suatu siasat yang penggunaannya disesuaikan dengan konteks yang mungkin sangat bervariasi dari waktu ke waktu dan mungkin dari situasi-situasi yang berbeda bahkan dari satu budaya ke budaya yang lain.
      Berdasarkan penelitian bahwa peranan kepribadian dalam pemerolehan bahasa kedua merupakan aspek yang  sangat besar pengaruhnya terutama untuk menentukan bagaimana proses pembelajaran bahasa dan desain pengajaran bahasa menjadi lebih sempurna. Dengan demikian perlu penanaman karakter yang baik yang mendukung proses pembelajaran bahasa khususnya bahasa kedua.
       Meskipun terdapat banyak perbedaan dalam belahan otak kiri dan kanan, otak manusia, keduanya mampu membatu merumuskan rentetan gaya pembelajaran. Misalnya menggunakan ‘bimodalitas neurologis’ untuk menganalisis bagaimana berbagai metode pengajaran bahasa gagal; karena terlalu cenderung pada proses otak kiri, metode-metode lama di kelas bahasa tidak cukup merangsang proses otak kanan. Adapun sebagai temuan baru bahwa dalam suatu proses pembelajaran supaya mendapat hasil yang maksimal selain harus menyeimbangkan otak kanan dan kiri maka perlu melatih otak tengah sebagai radar bagi otak kanan dan kiri.
      Dengan mengetahui gaya dan strategi untuk pembelajaran bahasa kedua, maka seseorang dapat memetik manfaat dengan memahami masalah-masalah atau titik-titik yang membentuk garis panjang mulai dari persiapan secara universal sampai pada variasi tertentu yang ada pada diri seseorang.



Daftar Pustaka

Brown Douglas. 2008. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa.  Jakarta: Kedutaan Besar Amerika.
Stern.1983. Fundamental Concepts of Language eaching. Oxford University Press.
q.bonk.com/rahasia dibalik- otak-manusia/





































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar